BIMBINGAN SINGKAT AMALAN HAJI


BIMBINGAN SINGKAT AMALAN HAJI

1. Hukum-hukum penting yang berkaitan dengan ibadah haji


Alhamdulillahi rabbil ‘aalamin, wa asyhadu allaa ilaaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhuu wa rasuuluhuu, shallallaahu ‘alaihi wa ‘alaa aalihii wa shahbihii ajma’iin wa sallama tasliiman katsiiran.

Para jamaah haji 1444 H, tamu-tamu Allah, semoga Allah menjaga bapak ibu sekalian dimanapun bapak ibu sekalian berada.
Pertama saya Abdullah Roy,sebagai pembina grup ini, mengucapkan ahlan wa sahlan di grup ini.
Sebentar lagi bapak ibu sekalian akan memasuki hari tarwiyah, hari dimana para jamaah haji disunnahkan untuk berangkat ke Mina dan bermalam disana sebagaimana dilakukan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam  dan para sahabatnya.

In syaa Allah mulai hari ini, hari Ahad, tanggal 7 Dzulhijjah 1444 H (ru’yah Saudi) / 25 Juni 2023 M sampai hari Sabtu  tanggal 13 Dzulhijjah 1444 H/1 Juli 2023 M, saya akan memposting hukum-hukum penting yang berkaitan dengan ibadah haji, selangkah demi selangkah, dengan harapan dengan cara seperti ini bisa lebih mudah dipahami.

Yang disunnahkan adalah ihram di waktu dhuha besok hari Senin tanggal 8 Dzulhijjah, barangsiapa yang berihram tanggal 7 atau sebelum tanggal 8 maka hal ini menyelisihi sunnah dan meninggalkan yang afdhal, sah ihramnya dan tidak terkena dam.
Berkata Imam An Nawawi (wafat 676 H termasuk ulama besar dalam madzhab Asy Syafi’i) rahimahullahu:


وَسَبَقَ أَيْضًا مَرَّات أَنَّ الْأَفْضَل عِنْد الشَّافِعِيّ وَمُوَافِقِيهِ أَنَّ مَنْ كَانَ بِمَكَّة وَأَرَادَ الْإِحْرَام بِالْحَجِّ أَحْرَمَ يَوْم التَّرْوِيَة عَمَلًا بِهَذَا الْحَدِيث ، وَسَبَقَ بَيَان مَذَاهِب الْعُلَمَاء فِيهِ . وَفِي هَذَا بَيَان أَنَّ السُّنَّة أَلَّا يَتَقَدَّم أَحَد إِلَى مِنًى قَبْل يَوْم التَّرْوِيَة ، وَقَدْ كَرِهَ مَالِك ذَلِكَ ، وَقَالَ بَعْض السَّلَف : لَا بَأْس بِهِ ، وَمَذْهَبنَا أَنَّهُ خِلَاف السُّنَّة .


“Telah berlalu berkali-kali bahwa yang afdhal menurut Imam Asy Syafi’i dan ulama-ulama yang sependapat dengan beliau bahwa barangsiapa yang ada di Mekkah dan ingin ihram haji maka dia ihram di hari Tarwiyah mengamalkan hadits ini (maksudnya: hadits Jabir bin Abdillah tentang sifat haji Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Dan telah berlalu penjelasan madzhab-madzhab para ulama di dalam masalah ini, dan dalam hal ini ada penjelasan bahwa yang sunnah adalah seseorang tidak mendahului ke Mina sebelum hari tarwiyah, dan imam Malik membenci yang demikian, dan berkata sebagian salaf: “Tidak masalah”, dan madzhab kami (yaitu madzhab Asy Syafi’i) sesungguhnya yang demikian menyelisihi sunnah” (Al Minhaaj Syarh Shahih Muslim Ibnul Hajjaaj 8/180, karya Al Imam An Nawawi)

Bagi yang berangkat malam ini karena satu sebab maka sebaiknya ihram dilakukan besok pagi di Mina, dan bagi yang ingin ihram dari tempatnya sekarang kemudian menuju Mina maka tidak masalah. Wallahu a’lam.

[ Dr. Abdullah Roy, M.A; Pengajar Kajian Berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi 2013-2017 M, ]

🕋 *HSI BIMBINGAN HAJI*

▬▬▬๑๑▬▬▬


2. Amalan bagi jama'ah haji, Senin tanggal 8 Dzulhijjah (hari Tarwiyah)

1.  Pagi hari ini, Senin tanggal 8 Dzulhijjah disunnahkan mandi dan membersihkan diri

2.  Kemudian memakai pakaian ihrâm bagi laki-laki

3.  Berihrâm (niat haji) di pagi hari ini, dan disunnahkan dari tempat menginapnya

4.  Terbit matahari jam 05: 40 dan waktu Dhuha dimulai jam 05:55 waktu Mekkah

5.  Orang yang berada di Minâ sebelum tanggal 8 maka berihrâm di Minâ

6.  Bagi yang tamattu maka disunnahkan mengatakan: labbaikallâhumma hajjan

7.  Disunnahkan memperbanyak membaca talbiyah setelah itu: labbaikallâhumma labbaik, labbaika lâ syarîka laka labbaik, innalhamda wanni'mata laka wal mulk, lâ syarîka laka

8.  Menuju ke Minâ, dan melakukan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, 'Isya, dan Shubuh disana, dengan mengqashar shalat yang 4 rakaat, dan masing-masing dikerjakan pada waktunya tanpa dijamak

9.  Waktu Shalat Di Mina tanggal 8-9 Dzulhijjah
Zhuhur  : 12:24
Ashar  : 15:43
Maghrib  : 19:07
Isya    : 20:37
Shubuh  : 04:13

10.  Disunnahkan tinggal di Minâ sampai terbit matahari besok pada tanggal 9 Dzulhijjah (jam 05:41), baru setelah itu menuju ke ‘Arafah.

Semoga Allâh ta'âlâ memudahkan kita dalam melaksanakan ibadah yang agung ini sesuai dengan petunjuk Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam.
 
[Dr. Abdullah Roy, M.A; Pengajar Kajian Berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi 2013-2017 M, ]


🕋 *HSI BIMBINGAN HAJI*

▬▬▬๑๑▬▬▬

3. Amalan Hari Selasa, 9 Dzulhijjah pagi s/d tenggelam matahari:

1.  Pagi  ini, Selasa 9 Dzulhijjah berangkat dari Minâ menuju 'Arafah, dianjurkan setelah terbit matahari (sekitar jam 05:41 waktu Mekkah), dan boleh meninggalkan Minâ  sebelumnya.

2.  Dalam perjalanan, membaca talbiyah dan takbir, diantara lafazh takbir adalah:

"Allâhu akbar, Allâhu akbar, lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar, allâhu akbar wa lillâhil hamdu"

3.  Boleh ke 'Arafah dengan berjalan kaki atau naik kendaraan

4.  Bila sudah sampai di 'Arafah, yakinkan diri bahwa posisi sudah di dalam batas 'Arafah (catatan: Kemah yang disediakan pemerintah semua berada di ‘Arafah)

5.  Waktu yang sah digunakan untuk wuquf di 'Arafah dari tergelincirnya matahari (awal waktu Zhuhur, sekitar jam 12:24) sampai waktu Shubuh (sekitar jam 04:13) tanggal 10 Dzulhijjah, barangsiapa yang berada di ‘Arafah diantara 2 waktu tersebut meski hanya sebentar maka sah wukufnya.

6.  Bagi jama'ah haji yang sampai di ‘Arafah di siang hari maka DIWAJIBKAN wuquf sampai tenggelam matahari (jam 07:07).

7.  Setelah datang waktu shalat Zhuhur dianjurkan mendengarkan khutbah 'Arafah (biasanya disampaikan mufti Kerajaan Saudi), dan untuk tahun ini akan disampaikan in syaa Allah oleh Syeikh Dr. Yusuf bin Muhammad bin Sa’id, salah seorang anggota Haiah Kibaar Al ‘Ulamaa Saudi Arabia, semoga Allah menjaga beliau.  Dan sebagai imam dan khathib cadangan: Dr. Mahir bin Hamad Al Mu’aiqili, imam dan khathib Masjidil Haram, semoga Allah menjaga beliau.

8.  Khuthbah disiarkan secara langsung di https://manaratalharamain.gov.sa/arafa/arafa_sermon/ms

9.  Shalat Zhuhur dan Ashar jamak qashar dengan satu adzan dan dua iqâmah. (adzan- iqâmah pertama- shalat Zhuhur 2 roka'at-iqâmah kedua-shalat Ashar 2 raka'at), tanpa melakukan shalat rawâtib qabliyyah maupun ba'diyyah.

10.  Waktu shalat Zhuhur: 12.24, dan Ashar: 15.44

11.  Setelah shalat, maka jama'ah haji berdzikir sendiri-sendiri dan berdoa dengan khusyu' kepada Allâh, meminta kebaikan dunia dan akhirat.

12.  Yang afdhal bagi jama'ah haji yang wuquf di 'Arafah adalah TIDAK BERPUASA, karena dahulu Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam tidak berpuasa pada hari ‘Arafah.

Semoga Allâh memudahkan bagi para jama'ah haji dalam melaksanakan ibadah haji ini. 

[Dr. Abdullah Roy, M.A; Pengajar Kajian Berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi 2013-2017 M, ]

🕋 *HSI BIMBINGAN HAJI*

▬▬▬๑๑▬▬▬


4. Amalan jama'ah haji ketika wuquf di ‘Arafah:

1.  Waktu shalat Zhuhur waktu Mekkah hari ini adalah pukul 12:24

2.  Wuquf di ‘Arafah adalah rukun haji, tidak sah haji orang yang tidak wuquf di ‘Arafah, oleh karena itu yakinkan seyakin-yakinnya Anda berada di ‘Arafah, dengan melihat batas, bertanya kepada petugas, dll. Dan bagi yang berada di kemah-kemah resmi maka dia sudah berada di 'Arafah.

3.  Boleh wuquf dalam keadaan berdiri atau duduk, naik kendaraan atau tidak, di dalam kemah maupun di luar kemah.

4.  Tidak disyaratkan wuquf dalam keadaan suci dan menghadap qiblat. Dan sah orang yang wuquf dalam keadaan tidur.

5.  Disunnahkan mengangkat tangan ketika berdoa di ‘Arafah dan menghadap qiblat.

6.  Tidak disyari'atkan menaiki Jabal Rahmah dan tidak disyari'atkan berdoa dan berdzikir secara berjama'ah. Masing-masing jama'ah haji berdoa dan berdzikir sendiri-sendiri seperti yang dilakukan Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

7.  Hendaknya memperbanyak dzikir, talbiyah, dan berdoa kepada Allâh, karena sebaik-baik doa adalah doa di hari ‘Arafah. Termasuk dzikir adalah dzikir sore, membaca Al Qur'ân, tasbîh, tahlîl, takbîr, sholawat untuk Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, dll.

8.  Yang afdhol seorang muslim berdoa dengan do'a-do'a yang ada dalam Al Qur'ân dan Al Hadits, dengan memahami maknanya, dan boleh berdoa dengan selain bahasa Arab yang benar maknanya.

9.  Mintalah kepada Allâh kebaikan dunia dan akhirat. Kebaikan dunia seperti rezeki yang luas dan halal, istri yang shalihah, suami yang shalih, keturunan yang menyejukkan mata, ilmu yang bermanfaat, amal yang shalih dll. Kebaikan akhirat seperti selamat dari adzab setelah mati baik adzab kubur maupun neraka, selamat dari berbagai kesusahan setelah dibangkitkan di hari kiamat, mendapatkan surga, keridhaan Allâh, dll.

10.  Doakanlah dengan kebaikan untuk orang yang telah berwasiat kepadamu, dan doakanlah untuk kaum muslimin  dan pemimpin-pemimpin mereka.

11.  Wuquf di ‘Arafah adalah kesempatan yang baik untuk bertaubat kepada Allâh dari segala dosa, memohon ampun kepadaNya, merendahkan diri dan mendekat kepadaNya, oleh karena itu jangan sia-siakan waktu wuquf yang hanya sebentar ini dengan berjalan-jalan, bercanda, banyak tidur, berfoto-foto dll.

12.  Anda dalam keadaan ihrâm, diharuskan untuk menjauhi larangan-larangan ihrâm, diantaranya mendatangi istri. Barangsiapa yang mendatangi istrinya dalam keadaan ihrom sebelum tahallul awal maka HAJINYA RUSAK, diharuskan menyelesaikan hajinya, diharuskan haji tahun depan, dan diharuskan menyembelih unta di Mekkah dan dibagikan dagingnya kepada orang-orang miskin disana.  

Semoga Allâh mengampuni dosa kita, memasukkan kita ke dalam surgaNya, dan menyelamatkan kita dari nerakaNya.

[Dr. Abdullah Roy, M.A; Pengajar Kajian Berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi 2013-2017 M, ]


🕋 *HSI BIMBINGAN HAJI*

▬▬▬๑๑▬▬▬


5. Amalan haji malam ini, tanggal 10 Dzulhijjah s/d pagi :

1.  Meninggalkan ‘Arafah dengan tenang tanpa tergesa-gesa menuju Muzdalifah setelah tenggelam matahari (jam 19:07) dan bagi yang datang ke ‘Arafah siang hari maka tidak boleh meninggalkan ‘Arafah sebelum terbenam matahari.

2.  Terus mengucapkan talbiyah dan takbir dalam perjalanan.

3.  Setelah sampai Muzdalifah, yakinkan sudah berada dalam batas Muzdalifah, dan jangan terkecoh dengan banyaknya orang duduk atau tidur di sebuah tempat, karena belum tentu mereka berada di Muzdalifah.

4.  Sesampai Muzdalifah shalat Maghrib dan 'Isyâ' dengan jama' qashar, satu adzân dan dua iqâmah, tanpa ba'diyyah Maghrib dan ba'diyyah 'Isyâ'.

5.  Apabila takut tidak sampai ke Muzdalifah kecuali pertengahan malam maka shalat Maghrib dan Isya di ‘Arafah atau di perjalanan menuju Muzdalifah.

6.  Setelah shalat, jama'ah haji beristirahat sampai Shubuh, dan tidak menghidupkan malam dengan mendengarkan ceramah, atau membaca Al Qur'ân, atau shalat malam dll. Kecuali shalat witir dan dua rokaat sebelum Shubuh karena dahulu Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam tidak meninggalkannya.

7.  Bermalam di Muzdalifah adalah KEWAJIBAN HAJI menurut jumhur ulama.

8.  Mengambil kerikil untuk melempar Jamrah 'Aqabah dilakukan di pagi hari ketika akan menuju Mina, dan tidak disunnahkan dicuci.

9.  Orang yang sampai di Muzdalifah sebelum pertengahan malam wajib bermalam sampai pertengahan malam. Apabila meninggalkan Muzdalifah sebelum pertengahan malam maka tidak dianggap mabit.

10.  Seseorang dianggap mabit (bermalam) di Muzdalifah, apabila berada di Muzdalifah SETELAH PERTENGAHAN MALAM, meski hanya lewat atau tinggal sebentar, baik di dalam kendaraan atau di luar kendaraan.

11.   Waktu shalat Maghrib di Mekkah sekarang adalah jam 19:07 (sembilan belas lebih tujuh menit) dan waktu shalat Shubuh adalah  04:13 (empat lebih tiga belas menit) . Jadi pertengahan malam kurang lebih jam 23.34 (jam dua puluh tiga lebih tiga puluh empat menit).

12.  Wanita, anak-anak, orang-orang lemah, dan yang mengurus mereka seperti mahram, dan sopir diberi keringanan meninggalkan Muzdalifah di akhir malam sebelum Shubuh.

13.  Mengerjakan shalat Shubuh di awal waktu kemudian berdzikir dan berdoa dengan menghadap kiblat sampai terang.

14.  Meninggalkan Muzdalifah, dianjurkan menjelang matahari terbit (pukul 05:41), ketika langit bagian timur sudah menguning sekali, dan dibolehkan setelah terbit Matahari.

Semoga Allâh menerima amal ibadah kita semua.

[Dr. Abdullah Roy, M.A; Pengajar Kajian Berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi 2013-2017 M, ]


🕋 *HSI BIMBINGAN HAJI*


▬▬▬๑๑▬▬▬


6. Amalan haji hari Rabu pagi tanggal 10 Dzulhijjah s/d sore (bag 1) :

1.  Hari ini tanggal 10 Dzulhijjah dinamakan hari kurban, dan inilah yang dimaksud yaumul hajj al akbar (hari haji yang paling besar), karena banyaknya amalan-amalan haji yang dilakukan di hari ini.

2.  Setelah Shubuh, jama'ah haji berdoa dan berdzikir sampai terang, dan sebelum terbit matahari jamaah meninggalkan Muzdalifah menuju Minâ sambil terus bertakbir dan bertalbiyah

3.  Disunnahkan dalam perjalanan ke Minâ mengambil 7 butir kerikil (kurang lebih sebesar biji jagung) untuk melempar Jamrah ‘Aqabah.

4.  Urutan amalan yang afdhal di hari ini adalah seperti yang dilakukan Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam:
Pertama: melempar Jamrah ‘Aqabah,
Kedua:  menyembelih hadyu,
Ketiga: menggundul atau memendekkan rambut,
Keempat: thawâf Ifâdhah, kemudian sa'i bagi yang memiliki kewajiban sa'i
5.  Diperbolehkan tidak berurutan dalam mengerjakan amalan-amalan di atas, misalnya: menyembelih sebelum melempar, atau mencukur sebelum menyembelih, atau thawâf  sebelum melempar.

6.  Diantara 4 amalan di atas hanya 3 yang berpengaruh pada tahallul seseorang dari ihram hajinya:
Pertama: melempar Jamrah ‘Aqabah,
Kedua: mencukur,
Ketiga: thawâf  Ifâdhah
Sedangkan menyembelih hadyu tidak mempengaruhi tahallul seseorang.

7.  Apabila sudah melakukan DUA dari TIGA amalan di atas, seperti: sudah melempar dan mencukur, atau sudah thawaf dan melempar, atau sudah mencukur dan thawaf, maka seseorang sudah TAHALLUL AWWAL (HALAL PERTAMA), artinya halal semua yang sebelumnya haram ketika ihrâm kecuali berjimak, maka dia boleh berpakaian biasa, boleh memakai minyak wangi, dan boleh memotong kuku. Dan apabila sudah melakukan ketiga amalan tersebut semuanya maka dia sudah TAHALLUL TSÂNI (HALAL KEDUA), artinya halal semua yang sebelumnya haram ketika ihrâm, termasuk mendatangi istri (berjimak) diperbolehkan.

8.  Mencukur ketika ihrâm haji hanya sekali saja, apabila seseorang sudah mencukur setelah melempar Jamrah ‘Aqabah, maka tidak perlu mencukur setelah sa’i, demikian pula sebaliknya, apabila sudah mencukur setelah sa’i haji maka tidak perlu lagi mencukur setelah melempar Jamrah ‘Aqabah.


9.  Boleh seseorang mengakhirkan thawâf  Ifâdhahnya pada hari-hari Tasyriq, atau setelah hari-hari Tasyriq.

10.  Jamaah haji juga tidak diwajibkan shalat hari raya Idul Adha ketika berada di Mina, dan bila mendapatkan shalat hari raya di Masjidil Haram bersama kaum muslimin maka in syâ Allâh mendapat pahala.

Semoga Allâh menjaga para jamaah haji dan memudahkan ibadah mereka.  


[Dr. Abdullah Roy, M.A; Pengajar Kajian Berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi 2013-2017 M, ]


🕋 *HSI BIMBINGAN HAJI*


▬▬▬๑๑▬▬▬


7.  Amalan haji hari Rabu pagi tanggal 10 Dzulhijjah s/d sore (bag 2) :

1.  Melempar Jamrah ‘Aqabah dengan tujuh butir kerikil, satu-satu secara berturut-turut dan tidak boleh melempar tujuh butir sekaligus.

2.   Setiap lemparan membaca takbir "Allâhu Akbar",

3.   Menghentikan talbiyah setelah lemparan terakhir Jamrah ‘Aqabah

4.   Disunnahkan menghadap Jamrah ‘Aqabah dan menjadikan Mekkah di sebelah kirinya dan Mina di sebelah kanannya, dan boleh melempar dari arah mana saja; dan tidak disunnahkan berdoa setelah melempar Jamrah ‘Aqabah.

5.  Sasaran lemparan adalah "kolam" yang ada di sekitar tiang, dan bukan tiangnya. Lemparan dianggap sah bila batu diperkirakan jatuh ke "kolam" yang ada di sekitar tiang Jamrah.

6.  Waktu melempar Jamrah ‘Aqabah yang afdhal  di waktu Dhuhâ (kurang lebih jam 05:56), dan selesai waktunya ketika datang shalat Shubuh tanggal 11 Dzulhijjah (jam 04:14).

7.  Bagi orang-orang yang diberi keringanan meninggalkan Muzdalifah sebelum Shubuh bisa melempar Jamrah ‘Aqabah setelah sampai Minâ meskipun belum datang waktu Shubuh.

8.  Melempar Jamrah ‘Aqabah termasuk KEWAJIBAN HAJI.

9.  Menyembelih hadyu tamattu' dan qirân di tanah harâm (Minâ,Mekkah, Muzdalifah), hukumnya wajib bagi yang memiliki sembelihan atau memiliki uang untuk membeli pada saat itu, bila tidak mampu maka berpuasa 3 hari ketika haji dan 7 hari ketika pulang ke negaranya;

10.  Disunnahkan menyembelih sendiri hewan hadyu, dan boleh mewakilkan;

11.  Disunnahkan hewan hadyu dibagi tiga: sebagian dimakan sendiri, sebagian dihadiahkan (meskipun kepada orang kaya), dan sebagian dishadaqahkan kepada fakir miskin.

12.  Waktu menyembelih dimulai dari hari raya kurban (tanggal 10 Dzulhijjah)  sampai tenggelamnya matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah (jam 19:07), tidak boleh sebelum tanggal 10 Dzulhijjah dan tidak boleh setelah tanggal 13 Dzulhijjah. 

13.  Menggundul atau memendekkan rambut, ini merupakan KEWAJIBAN HAJI.

14.  Thawâf  Ifâdhah, merupakan RUKUN HAJI, waktu melakukan Thawâf  Ifâdhah yang paling utama di hari raya kurban dan boleh diundurkan/ditunda.

15.  Sa'i haji bagi yang tamattu', dan bagi yang ifrâd dan qirân bila belum sa'I haji setelah thawâf  qudûm. Dan sa'i haji termasuk RUKUN HAJI.

16.  Amalan-amalan ini disyari'atkan untuk dzikrullôh, orang yang paling besar pahalanya adalah yang paling banyak mengingat Allâh ketika mengamalkan amalan-amalan tersebut.

Semoga Allâh memudahkan jama'ah haji untuk melaksanakan amalan-amalan di atas.

[Dr. Abdullah Roy, M.A; Pengajar Kajian Berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi 2013-2017 M, ]


🕋 *HSI BIMBINGAN HAJI*


▬▬▬๑๑▬▬▬


8.  Mabît (bermalam) di Minâ, malam tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah:

1.Diwajibkan bermalam di Minâ dua malam, yaitu malam tanggal 11 &12 bagi yang ingin nafar awwal, dan ditambah malam tanggal 13  bagi yang ingin nafar tsâni.

2. Bermalam tiga malam lebih afdhol daripada dua malam, karena lebih banyak ibadahnya, dan inilah yang dilakukan Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam.

3. Bermalam di Minâ maksudnya adalah bermalam disana pada sebagian besar malam, dan dinamakan sebagian besar bila berada disana lebih dari separo malam. Dan malam  dimulai dengan datangnya waktu Maghrib dan diakhiri dengan datangnya waktu shubuh.

4. Waktu Maghrib hari ini jam 19:07 (jam sembilan belas  lebih tujuh menit), dan waktu Shubuh jam 04:13 (jam empat lebih tiga belas menit). Jadi satu malam sekarang DELAPAN JAM LIMA PULUH TIGA MENIT. Separo malam sekarang berarti EMPAT JAM DUA PULUH TUJUH MENIT. Barangsiapa yang berada di Mina di malam hari, lebih dari EMPAT JAM TIGA PULUH MENIT, baik di awal malam atau di tengah atau di akhir maka dia sudah dianggap bermalam di Mina.

5. Batas Minâ, dari wadi Muhassir sampai Jamrah ‘Aqabah. Bila sudah berusaha dengan sungguh-sungguh dan tidak mendapatkan tempat yang layak di Minâ maka bisa bermalam di sekitarnya, seperti di Muzdalifah (Mina Jadid), 'Azîziyah, dll

6. Orang yang tidak bermalam di Minâ sama sekali dan tidak memiliki 'udzur maka diharuskan membayar dam, yaitu menyembelih seekor kambing disembelih di tanah haram, dan dibagikan untuk fakir miskin disana. Kalau bermalam di Minâ di sebagian malam dan tidak bermalam di Minâ pada malam yang lain maka dari setiap malam yang ditinggalkan wajib bershadaqah dengan satu mudd (kurang lebih 0,75 kg atau tiga per empat kilogram beras).

7. Shalât lima waktu selama di Minâ dikerjakan masing-masing pada waktunya (tidak dijamak) dan diqashar bila shalatnya 4 raka'at. Dan mengqashar ini hanya berlaku bagi orang yang berhaji. Adapun penduduk Mekkah yang tidak berhaji dan dia di Minâ sebagai pekerja dan bukan jama'ah haji maka tetap menyempurnakan shalât.
8. Waktu shalat tanggal 11-13 Dzulhijjah (kurang lebih):
Shubuh   : 04:14
Terbit     : 05:42
Zhuhur   : 12:25
Ashar     : 15:44
Maghrib : 19:07
Isya        : 20:37

9. Hari-hari di Minâ adalah hari-hari makan, minum dan dzikrullâh.

10.Bagi yang haji tamattu' dan qirân dan tidak mampu menyembelih hadyu maka berpuasa 3 hari ketika haji dan 7 hari ketika pulang ke negaranya/daerahnya. Tiga hari puasa ketika haji boleh dilakukan pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Dan ini adalah perkecualian bagi mereka saja, adapun yang lain maka tidak boleh berpuasa pada hari tersebut.

11. Bagi yang ingin thawâf Ifâdhah, maka dianjurkan perginya di akhir malam, setelah menyempurnakan mabit di Minâ; karena bila pergi ke Mekkah di awal malam, dikhawatirkan tidak bisa mabit di Minâ malam tersebut.

Semoga Allâh memudahkan ibadah haji para jama’ah sekalian.

[Dr. Abdullah Roy, M.A; Pengajar Kajian Berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi 2013-2017 M, ]


🕋 *HSI BIMBINGAN HAJI*


▬▬▬๑๑▬▬▬


9.  Melempar Jamrah, tanggal 11, 12, dan 13  Dzulhijjah

1.  Diwajibkan melempar 3 Jamrah (shughrâ, wusthâ, dan kubrâ) pada tanggal 11 dan 12 bagi yang mengambil nafar awwal, dan  tanggal 11, 12, dan 13 bagi yang mengambil nafar tsâni.

2. Waktu melempar hari ini (tanggal 11) dimulai setelah matahari tergelincir ke barat (datangnya waktu shalat Zhuhur, jam 12:24), dan tidak boleh sebelumnya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak melempar kecuali setelah tergelincir matahari.
Berkata Jâbir bin ‘Abdillah radhiyallâhu ‘anhumâ:

رَمَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْجَمْرَةَ يَوْمَ النَّحْرِ ضُحًى وَأَمَّا بَعْدُ فَإِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ

“Rasulullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam melempar jamrah pada hari raya kurban ketika waktu dhuha, adapun setelah itu (yaitu di hari-hari Tasyriiq) maka beliau melempar setelah tergelincir matahari" (HR.Muslim)
Berkata Abdullâh bin ‘Umar radhiyallâhu ‘anhumâ:

كُنَّا نَتَحَيَّنُ  فَإِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ رَمَيْنَا

“Kami dahulu menunggu waktu, maka jika matahari tergelincir kamipun melempar” (HR. Al Bukhâri)
Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama, diantaranya ulama madzhab Asy Syâfi'i.
Berkata Abul Hasan Al Maawardi (meninggal tahun 450 H, termasuk ulama besar madzhab Asy Syaafi’i) rahimahullah:
وَوَقْتُ الرَّمْيِ فِي هَذِهِ الْأَيَّامِ الثَّلَاثَةِ بَعْدَ زَوَالِ الشَّمْسِ ، فَإِنْ رَمَى قَبْلَهُ لَمْ يُجْزِهِ

“Dan waktu melempar di tiga hari ini adalah setelah tergelincirnya matahari, apabila melempar sebelumnya maka tidak mencukupi (tidak sah)” (Al Haawii Al Kabiir fii Fiqh Madzhab Al Imaam Asy Syaafi’i 4/194)
Dan berkata Al Imam An Nawawi (wafat 676 H termasuk ulama besar dalam madzhab Asy Syafi’i) rahimahullahu:

وَلَا يَجُوْزُ الرَّمْيُ فِيْ هذه الأَيَّامِ الثَّلَاثَةِ إِلَّا بَعْدَ الزَّوَالِ

“Dan tidak boleh melempar di tiga hari ini kecuali setelah tergelincirnya matahari” (Al Majmuu’ Syarhul Muhadzdzab 8/235)

3. Niat baik untuk membantu jamaah haji dan mengupayakan keselamatan bagi mereka adalah amal shaleh yang mulia, namun tentunya harus dengan cara yang disyari’atkan dan dibolehkan, seperti:
-menjadikan tempat melempar bertingkat
-aturan buka tutup jamarat oleh petugas dengan melihat kepadatan
-atau menjadwal di waktu yang disyariatkan.
Bukan dengan cara mengubah waktu melempar jamrah, sehingga dikerjakan di luar waktu yang sudah ditentukan dalam syari’at.
Oleh karena itu saya memohon, bagi saudara-saudara  kami yang diberi amanat mengurus jama’ah haji –jazaahumullahu khairan-  supaya mengupayakan sekali memberi kemudahan bagi jama’ah dalam melaksanakan ritual melempar jamrah pada waktunya. Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua. 
 
4. Waktu melempar hari ini luas, dari tergelincirnya matahari sampai datangnya waktu shalat Shubuh tanggal 12, seseorang bisa memilih melempar di siang hari atau di malam hari.

5. Zhuhur hari ini jatuh pukul 12:24 (dua belas lebih duapuluh empat menit), dan tidak boleh melempar sebelum Zhuhur.

6. Melempar harus berurutan, dimulai dari shughrâ (yang paling dekat dengan masjid Khaif), kemudian wusthâ, kemudian kubrâ (‘Aqabah).

7. Boleh melempar ketiga Jamrah dari arah mana saja.

8. Disunnahkan ketika melempar Jamrah Kubrâ, menjadikan Minâ sebelah kanan dan menjadikan Mekkah sebelah kiri.

9. Disunnahkan berdoa yang lama dengan menghadap qiblat dan mengangkat tangan setelah melempar Jamrah Shughrâ (pertama) dan Jamrah Wusthâ (kedua). Adapun Jamrah Kubrâ (‘Aqabah) maka tidak disunnahkan berdoa setelah melemparnya.

10.Tidak boleh melempar dengan selain kerikil seperti sandal, kayu, besi, kaca dll.
 
11.Anak kecil yang haji bisa diwakili orang lain dalam melempar, demikian pula orang yang lemah karena sakit, atau tua, atau hamil.

12.Yang boleh mewakili adalah orang yang haji juga, caranya: pada setiap Jamrah melempar 7 kerikil untuk diri sendiri terlebih dulu, kemudian baru melempar 7 kerikil untuk orang lain, demikian yang disebutkan guru kami Syeikh Abdulmuhsin bin Hamd Al ‘Abbaad Al Badr di dalam kitab beliau Tabshiir An Naasik hal: 170

13. Apabila diperlukan, boleh mengakhirkan melempar Jamrah pada hari berikutnya. Misal: Melempar Jamrah ‘Aqabah tanggal 10 , dilakukan pada tanggal 11.
Cara menjamaknya: Setelah datang waktu melempar tanggal 11 (setelah zhuhur) melempar untuk Jamrah ‘Aqabah tanggal 10 terlebih dahulu, kemudian kembali ke Jamrah Shughrâ untuk melempar tiga Jamrah tanggal 11.

14.Tidak boleh mengedepankan melempar, misalnya: pada tanggal 11, melempar tiga Jamrah untuk tanggal 12

15. Tujuan melempar Jamrah adalah untuk mengingat Allâh, bukan melempar syetan atau membuang sifat buruk seperti yang diyakini sebagian saudara kita.

Semoga Allâh subhânahu wa ta’âlâ memudahkan ritual jama’ah haji dan menjadikan haji mereka mabrur.


[ Dr. Abdullah Roy, M.A; Pengajar Kajian Berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi 2013-2017 M, ]


🕋 *HSI BIMBINGAN HAJI*


▬▬▬๑๑▬▬▬


10.  Melempar Jamrah, Jumat tanggal 12 Dzulhijjah

1.Waktu melempar Jamrah pada tanggal 12 Dzulhijjah ini -bagi yang NAFAR AWWAL (yang ingin bersegera meninggalkan Minâ tanggal 12 Dzulhijjah)-dimulai setelah tergelincirnya matahari (datang waktu shalât Zhuhur  tanggal 12) dan selesai saat terbenam matahari (datang waktu shalât Maghrib tanggal 12).

2.  Apabila tenggelam matahari dia masih berada di Mina tanpa ada usaha keluar dari Minâ maka diharuskan dia bermalam di Minâ malam tanggal 13, dan melempar Jamrah keesokan harinya pada waktunya (setelah Zhuhur tanggal 13).

3.  Seseorang yang sudah berusaha untuk keluar dari Minâ sebelum tenggelam matahari pada tanggal 12, namun terlambat keluar karena kemacetan di jalan misalnya maka dia mendapatkan 'udzur dan dimaafkan, boleh meninggalkan Minâ  dan tidak diharuskan bermalam pada malam tanggal 13. 

4.  Adapun yang mengambil NAFAR TSÂNI (yang ingin meninggalkan Minâ tanggal 13 Dzulhijjah), maka waktu melempar Jamrah hari ini (tanggal 12 Dzulhijjah) dimulai setelah tergelincirnya matahari (datang waktu shalât Zhuhur), dan selesai saat datang waktu shalât Shubuh besok tanggal 13 Dzulhijjah.

5.  Jama’ah haji tidak ada kewajiban melakukan shalat Jum’at. Bila di Minâ maka mereka melakukan shalat Zhuhur dua rakaat di waktu Zhuhur. Dan bila jamaah haji shalat Jum’at bersama orang-orang yang diwajibkan shalat Jum’at –seperti shalat Jum’at di Masjidil Haram- sah shalat Jum’atnya dan tidak perlu dia shalat Zhuhur.


[Dr. Abdullah Roy, M.A; Pengajar Kajian Berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi 2013-2017 M, ]


🕋 *HSI BIMBINGAN HAJI*



▬▬▬๑๑▬▬▬


11. Melempar Jamrah, hari Sabtu tanggal 13 Dzulhijjah dan Thawâf  Wadâ'

1.  Waktu melempar Jamrah pada tanggal 13 Dzulhijjah dimulai setelah tergelincirnya matahari (datang waktu shalât Zhuhur) dan selesai saat terbenam matahari (datang waktu shalât Maghrib), dan tidak sah bila melemparnya setelah Maghrib.

2.Apabila sudah menyelesaikan semua amalan hajinya maka sebelum meninggalkan Mekkah, menjelang pulang DIWAJIBKAN Thawâf  Wadâ' bagi semua jama'ah haji kecuali wanita yang haidh/nifas.
Berkata Ibnu ‘Abbâs radhiyallâhu ‘anhumâ:
أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ ، إِلاَّ أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الْحَائِضِ
“Manusia diperintahkan (oleh Rasulullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam) supaya amalan yang terakhir mereka (sebelum meninggalkan Mekkah) adalah thawaf di rumah Allah, tetapi hal ini diringankan bagi wanita haidh” (Muttafaqun ‘alaihi)

3.  Bila tinggal di Mekkah setelah Thawâf  Wadâ' dalam waktu yang lama  maka diharuskan mengulangi Thawâf  Wadâ'nya.

4.  Tidak masalah setelah Thawâf  Wadâ' melakukan perkara yang berkaitan dengan safar  seperti menunggu teman serombongan, atau membeli bekal bepergian atau  datangnya waktu shalat fardhu.

5. Bagi jamaah haji yang ingin keluar sementara dari kota Mekkah kemudian kembali lagi ke Mekkah, seperti orang yang ingin ke Jeddah karena satu keperluan  maka dalam keadaan seperti ini sebagian ulama mengharuskan Thawâf  Wadâ' sebelum meninggalkan Mekkah karena dia dianggap berpisah dengan Mekkah meskipun hanya sebentar.
Berkata An Nawawi (wafat 676 H termasuk ulama besar dalam madzhab Asy Syafii) rahimahullâh:
وَالصحيحُ المشهورُ أنه يتوجَّهَ على من أراد مسافةَ القصْر ودونها، سواءٌ كانت مسافةً بعيدةً أم قريبةً لعموم الأحاديث
“Dan pendapat yang shahih lagi masyhur bahwa (thawaf wada’) diharuskan bagi orang yang ingin (meninggalkan Mekkah) pada jarak yang boleh seseorang mengqashar dan yang lebih dekat daripada itu, sama saja apakah jaraknya jauh atau dekat, karena keumuman hadits-hadits” (Al Majmuu’ Syarh Al Muhadzdzab 8/256)
Berkata Syeikh Abdulaziz bin Bâz (wafat tahun 1420 H, mufti Kerajaan Saudi Arabia terdahulu) rahimahullâh:
وأما مَنْ خَرج إليها لحاجة وقصدُه الرجوعُ إلى مكة؛ لأنها مَحَلُّ إقامتِه أيام الحج، فهذا فيه نَظَرٌ وشبهةٌ، والأقربُ أنه لا ينبغي له الخروجُ إلا بِوَداع عملاً بعموم الحديث المذكور، ويكفيه هذا الوداعُ عن وداع آخر إذا أراد الخروجَ إليها مرة أخرى؛ لكونه قد أتى بالوداع المأمور به، لكن إذا أراد الخروجَ إلى بلاده فالأحوطُ له أن يودِّع مرة أخرى للشك في إجزاءِ الوداع الأول
“Dan adapun orang yang keluar menuju Jeddah karena satu keperluan, dan maksudnya adalah kembali ke Mekkah karena tempat tinggalnya selama haji di Mekkah, maka ini perlu dilihat kembali dan disini ada kerancuan.
Dan pendapat yang lebih mendekati kebenaran bahwa orang tersebut tidak keluar (dari Mekkah) kecuali melakukan Thawâf  Wadâ' dulu, karena mengamalkan keumuman hadits, dan Thawâf  Wadâ' ini sudah mencukupi dari wada’ yang lain ketika akan meninggalkan Mekkah lagi (setelah itu), karena dia sudah melakukan Thawâf  Wadâ' yang diperintahkan.
Tapi kalau dia ingin pulang ke negaranya maka yang lebih berhati-hati adalah melakukan Thawâf  Wadâ' lagi, yang demikian karena keraguan pada keabsahan wada’ yang pertama” (Majmuu’ Fatâwa Syeikh Abdulaziz bin Bâz 17/ 396-397)
 
6. Yang afdhal adalah memisahkan antara Thawâf  Ifâdhah  dan Thawâf  Wadâ', yaitu melakukan Thawâf  Ifâdhah terlebih dahulu kemudian Sa'I haji (bagi yang belum), baru setelah itu Thawâf  Wadâ' menjelang pulang. Namun bagi yang mengakhirkan Thawâf  Ifâdhah menjelang pulang maka cukup thawâf  sekali, dan ini sudah mencukupi dari Thawâf  Wadâ', dan tidak masalah sa'i haji yang dilakukan setelah Thawâf  Ifâdah tersebut karena sa'i ini mengikuti thawâf .

Akhirnya, saya berdoa semoga Allâh menerima ibadah haji saudara sekalian, menjadikannya haji yang mabrûr, serta mengampuni dosa saudara sekalian.

Saya mohon maaf atas segala kekurangan.
Dan sebagaimana Allâh telah mengumpulkan kita dalam ketaatan kepada-Nya di dunia, kita berharap semoga Allâh mempertemukan kita dan mengumpulkan kita di dalam surga-Nya.
Wassalâmu'alaikum warahmatullâhi wabarakâtuhu.

[ Dr. Abdullah Roy, M.A; Pengajar Kajian Berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi 2013-2017 M, ]


▬▬▬๑๑▬▬▬






Postingan populer dari blog ini

BEKAL ISLAM

Al Fatihah 1