Al Fatihah 1



🌏 https://grupislamsunnah.com/


👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚 Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.

Pembahasan Membaca Al Fatihah ~ Merupakan Rukun Sholat & Keutamaannya 


═══════════════════    

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya). 


Syaikh Al Albani rahimahallah menjelaskan tentang 

[ رُكْنِيَّةُ الفَاتِحَةِ وَفَضَائِلُهَا ] 

Tentang masalah bahwa Al-Fatihah ini rukun shalat, dan keutamaan-keutamaan dari surat Al-Fatihah. 

Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengagungkan atau memuliakan kedudukan surat Al-Fatihah ini. Beliau bersabda 

(( لَا صَلَاةَ لِمَن لَا يَقْرَأُ فِيْهَابفَاتِحَةِ الكِتَابِ فَصَاعِدًا )) 

“Tidak sah/tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca di dalamnya surat Al-Fatihah ditambah ayat yang lain” 

Ada sebuah kaidah dalam Ushul fiqih, ketika kita memahami penafian. Di sini ada kata-kata penafian [ لَا صَلَاة ] “tidak ada shalat”. 
Dalam masalah penafian ini yang ada di dalam syariat, ada 3 kemungkinan: 
1) penafian "zat"-nya.
2) penafian "sah"-nya. 
3) penafian "kesempurnaan"-nya. 

Maka kita harus bisa membedakan, ini penafian zat, atau penafian sah, atau penafian kesempurnaan. 
Tidak ada shalat; tidak ada shalat, ya. Ada tiga kemungkinan maksud Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. “Tidak ada shalat” bisa bermakna tidak ada zatnya; bisa bermakna shalat tersebut tidak sah; bisa bermakna tidak sempurna. 
Dalam bahasa Arab kemungkinan tiga ini ada, dengan kata-kata [  لَا صَلَاةَ ]. 

Bagaimana kita menyikapi hal ini? 

Para ulama punya kaidah, bahwa ketika ada penafian, maka kemungkinan yang pertama yang diambil adalah kemungkinan zat ini. 
Kalau tidak mungkin dimaknai dengan zat/penafian zat, maka dimaknai dengan penafian sah.
Kalau tidak mungkin dimaknai dengan pemaknaan penafian sah, maka dimaknai dengan penafiaan kesempurnaan. 
Ini kaidah yang harus kita ketahui. 

Setiap ada penafian di dalam Al-Quran dan Sunnah, maka biasanya punya tiga kemungkinan ini. 
Maka yang kita lakukan pertama kali (adalah) membawa makna tersebut kepada penafian zat. 
Kalau tidak mungkin, baru dibawa ke penafian sah. 
Kalau tidak mungkin baru dibawa ke penafian sempurna. 

Saya misalkan di dalam hadits ini.
Di dalam hadits ini disebutkan, 

(( لَا صَلَاةَ لِمَن لَا يَقْرَأُ فِيْهَابفَاتِحَةِ الكِتَابِ فَصَاعِدًا ))

“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah” 

Kita tanya, apakah ada orang yang shalat tidak membaca Al-Fatihah? Ada. Ada orang yang shalat tapi tidak membaca Al-Fatihah. Seperti anak kecil, kadang-kadang shalat tidak membaca Al-Fatihah. Ada juga orang besar yang tidak memperhatikan shalatnya, sehingga dia tidak membaca Al-Fatihah. 

Sehingga tidak mungkin kita bawa ke sini, tidak mungkin kita bawa “tidak ada shalat" sama sekali, tidak ada zat-nya, “shalat tersebut tidak ada”. Tidak mungkin. Karena kalau kita bawa ke makna ini, jadinya perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak sesuai dengan kenyataan. Jadinya dusta. 

Maka kita harus bawa ke sini:
“Tidak SAH shalat orang yang tidak membaca Al-Fatihah di dalamnya”. 
Kita harus bawa ke sini untuk melindungi perkataan nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam; menjaga perkataan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dari kedustaan, sehingga kata-kata tersebut benar-benar shahih dan tidak ada kedustaan sama sekali. 

Ketika masih bisa/masih mungkin dimaknai di sini, masih mungkin dibawa ke makna “tidak ada sah” maka tidak boleh kita maknai dengan "tidak ada kesempurnaan". 

Tapi coba lihat hadist Nabi yang lain: 

(( لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ )) 

“Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya” 

-> Sampai dia menginginkan kebaikan untuk saudaranya sebagaimana dia menginginkan kebaikan itu untuk dirinya sendiri. 

Di sini ada penafian iman. Tidak ada iman. Tidak ada iman. Kalau kita bawa ke "zat", tidak mungkin ada orang-orang mukmin yang tidak suka dengan saudaranya sesama mukmin. Ada tidak? 
Sehingga kalau kita bawa ke sini perkataan tersebut, juga menjadi perkataan yang dusta, tidak benar. 

Ternyata ada orang yang beriman dia tidak suka kepada saudaranya sesama mukmin.
Kita bawa ke “sah”, kita harus bawa ke sini. Tapi ternyata kalau kita maknai dengan
“tidak sah iman seseorang sampai dia mencintai untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya”, 
apakah tidak mencintai saudaranya sesama mukmin bisa mengkafirkan seseorang? 
Tidak, tidak bisa juga kita bawa ke sini. 

Sehingga tidak ada kemungkinan lain kecuali makna yang ketiga, yaitu "kesempurnaan". Maksud(nya) di sini berarti:
“Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai kebaikan untuk dirinya sendiri”. 

Ini sebuah kaidah yang harus kita pahami untuk memahami sabda-sabda Nabi dan dalil dari Al-Quran yang mengandung makna penafian. 

Di dalam hadits ini: 

(( لَا صَلَاةَ لِمَن لَا يَقْرَأُ فِيْهَابفَاتِحَةِ الكِتَابِ فَصَاعِدًا )) 

maknanya adalah “tidak sah”. 
Kenapa kita pilih tidak sah? 
Makna "tidak sah" karena (kalau) "tidak ada zatnya" ini, tidak mungkin kita bawa ke sana. Kita masih bisa membawanya ke “tidak sah”. 

"Tidak SAH shalat seseorang yang tidak membaca Al-Fatihah di dalamnya ditambah dengan ayat yang lain." 

Dalam lafadz yang lain disebutkan: 

(( لَا تُجزِئُ صَلاةٌ لا يَقرأُ الرَّجُلُ فِيْهَا  بِفاتِحَةِ الكِتابِ )) 

“Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca surat Al-Fatihah di dalamnya” 

Beliau juga bersabda 

(( مَن صَلَّى صَلاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيْهَابِفاتِحَةِ الكِتابِ فَهِيَ خِداجٌ، هِيَ خِداجٌ، هِيَ خِداجٌ غَيْرُ تَمامٍ )) 

“Siapa yang shalat namun dia tidak membaca Al-Fatihah di dalamnya, maka shalatnya kurang, shalatnya kurang, shalatnya kurang, tidak sempurna.” 

Ini menunjukkan bahwa membaca Al-Fatihah adalah rukun shalat. Kita tidak boleh meninggalkannya sama sekali. 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga  menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 
══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


🌏 https://grupislamsunnah.com/


👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚 Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.

💽 Audio ke-50 : Pembahasan Membaca Al Fatihah ~ Merupakan Rukun Sholat & Keutamaannya Bag 02





═══════════════════    
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya). 

Syaikh Al Albani rahimahullah menjelaskan tentang 

   [ رُكْنِيَّةُ الفَاتِحَةِ وَفَضَائِلُهَا ] 

Tentang masalah bahwa Al-Fatihah ini rukun shalat, dan keutamaan-keutamaan dari surat Al-Fatihah. 

Ada hadits lain yang menunjukkan keutamaan membaca Al-Fatihah. Hadits yang ketiga ini menjelaskan kepada kita tentang salah satu dari keutamaan membaca surat Al-Fatihah. Dan hadits ini adalah hadits qudsi, hadits yang di dalamnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan: 

(( قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى )) 
"Allah berfirman" 

Ini hadits qudsi ini sama-sama firman Allah, yang jelas-jelas di situ dikatakan "Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman" tapi dia bukan bagian dari Al-Qur’an. 

Jadi firman Allah tidak semuanya Al-Qur’an. Ada firman Allah yang merupakan hadits/yang masuk dalam kategori hadits, hadits tersebut hadits qudsi. Beda antara hadits qudsi dengan Al-Qur’an: biasanya dari redaksinya.
Kalau Al-Qur’an redaksinya tidak mungkin berubah-ubah.
Kalau hadits qudsi bisa berubah-ubah redaksinya. Sampainya ke kita redaksinya bisa berubah-ubah, sebagaimana hadits ini. Redaksinya berbeda-beda antara satu hadits dengan hadits yang lainnya, padahal hadits tersebut hadits qudsi, maksudnya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala langsung. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, 
(( قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى )) 

"Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman" 

(( قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ ))  

"Aku membagi shalat menjadi dua bagian antara Aku dengan hambaKu" 

Di sini dikatakan "Aku membagi sholat", tapi yang dimaksud dengan makna "shalat" adalah Al-Fatihah. Ini bahasa Arab. Bahasa Arab itu luas, tidak ada
kata-kata seperti ini dalam bahasa Indonesia. Yang diinginkan "Al-Fatihah" tapi yang disebutkan kata "shalat". 

Ini termasuk menginginkan bagiannya, tapi menyebut dengan sebutan semuanya.
Ada "uslub"/metode dalam bahasa Arab seperti ini. Sebenarnya yang diinginkan bagian tertentu, tapi dia sebutkan semuanya. 

Apa fungsinya/kegunaan dari metode ini? Untuk menunjukkan bahwa bagian itulah merupakan bagian yang sangat penting di dalam shalat. Menunjukkan bahwa Al-Fatihah itu bagian yang sangat penting di dalam shalat, karena Al-Fatihah disebut dengan nama shalat. 

(( قَسَمْتُ الصَّلَاةَ  )) 
" Aku membagi shalat" 

Yang dimaksud oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Aku membagi Al-Fatihah".
Aku membagi Al-Fatihah menjadi 2 bagian antara Aku dengan hambaKu. 

(( فَنِصْفُهَا لِيْ وَنِصْفُهَا لِعَبْدِيْ )) 

"Setengahnya untukKu dan setengahnya untuk hambaKu" 

(( وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ )) 

"dan untuk hambaKu apa yang dia minta" 

وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: 

"Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyabdakan: 

(( اِقْرَؤُوْا : يَقُوْلُ العَبْدُ : {ٱلۡحَمۡدُ لِله رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ} )) 

Bacalah! Seorang hamba mengatakan:
{ ٱلۡحَمۡدُ لِله رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ } 

Di awal hadits, Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan "Aku membagi Al-Fatihah menjadi 2 bagian". Setelah itu langsung membaca "alhamdulillahirabbil 'alamin". 

Mana "Bismillah"nya? Kenapa Bismillah tidak disebutkan? Makanya dengan hadits ini Syaikh Utsaimin rahimahullah  mengatakan bahwa Bismillah bukan bagian dari Al-Fatihah. Syaikh Utsaimin rahimahullah berdalil dengan hadits ini untuk menyimpulkan hukum bahwa Bismillah itu bukan bagian dari Al-Fatihah. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan "Aku membagi shalat menjadi dua bagian". Maksudnya "Aku membagi Al-Fatihah menjadi dua bagian" dan tidak menyebutkan Bismillah. 

Tapi jumhur ulama/mayoritas ulama mengatakan bahwa Bismillah termasuk bagian dari Al-Fatihah karena adanya hadits yang khusus menjelaskan hal itu. Dan Al-Qur’an, bisa dalam satu surat, pertamanya tidak lengkap surat itu; kemudian turun ayat untuk ditambahkan ke surat itu. Bisa jadi seperti ini. Dan mungkin Al-Fatihah juga turunnya dengan cara seperti, ini tidak langsung ada Bismillah-nya. Bisa jadi seperti itu. Dan ini bisa menjadi jawaban bagi pendapat yang dikemukakan oleh Syaikh Utsaimin rahimahullah, wallahu'alam. 

(( يَقُوْلُ العَبْدُ )) 

"Seorang hamba mengatakan"
{ ٱلۡحَمۡدُ لِله رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ } 

(( يَقُوْلُ الله تَعَالَى ))
Allah Subhanahu wa Ta'ala menjawabnya dengan mengatakan: 
(( حَمِدَنِيْ عَبْدِيْ )) 

"HambaKu telah memujiKu" 

(( يَقُوْلُ العَبْدُ {ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ} )) 

Seorang hamba mengatakan
{ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ } 

Allah berfirman: "HambaKu menyanjungKu" 

{ ٱلۡحَمۡدُ لِله رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ } 

"Segala puji bagi Allah..," 

Ketika kita mengatakan demikian, "Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam" 

Allah menjawabnya dengan mengatakan:

(( حَمِدَنِيْ عَبْدِيْ )) 

bahwa "hambaKu sudah memujiKu". 

Ketika kita katakan
{ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ } 

"Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang" 

maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menjawabnya: 
((مَجَّدَنِيْ/ أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِيْ )) 

"HambaKu telah menyanjungKu" 

(( يَقُوْلُ العَبْدُ {مَـٰلِكِ یَوۡمِ ٱلدِّینِ} )) 

Seorang hamba mengatakan
{ مَـٰلِكِ یَوۡمِ ٱلدِّینِ }
"Yang menguasai hari pembalasan" 

Ketika kita mengatakan seperti ini, Allah jawab dengan mengatakan: 

(( مَجَّدَنِيْ عَبْدِيْ )) 

"HambaKu telah memuliakanKu" 

(( يَقُوْلُ العَبْدُ : { إِیَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِیَّاكَ نَسۡتَعِینُ } )) 

Seorang hamba mengatakan, "Hanya kepadaMu ya Allah kami beribadah" 

{ وَإِیَّاكَ نَسۡتَعِینُ } 

"dan hanya kepadaMu kami meminta pertolongan" 

Ini ikrar kita setiap shalat. Inilah ikrar tauhid. Inilah tauhid yang kita ikrarkan di setiap shalat. Makanya sangat aneh apabila ada orang-orang yang melakukan kesyirikan padahal dia setiap shalatnya mengatakan ikrar tauhid ini. 
"Hanya kepadaMu kami beribadah"; 
kami tidak beribadah kepada yang lain; hanya kepadaMu ya Allah. 
"Dan hanya kepadaMu kami meminta pertolongan";
kami tidak meminta pertolongan kepada yang lainnya; tidak kepada jin, tidak kepada arwah, tidak kepada dewa-dewa (kalau ada dewa), tidak kepada hambaMu yang lain, yang dia tidak punya kemampuan dalam memberikan pertolongan tersebut. 

Minta kepada orang lain dibolehkan, tapi hanya pada hal-hal yang dia mampui, kalau tidak dia mampui maka kita tidak boleh. Kalau tidak dimampui kecuali oleh Allah, kita tidak boleh meminta kepada hamba permintaan tersebut. Misalnya meminta kesehatan kepada dokter, tidak boleh. Yang memberikan kesehatan siapa? Allah. Kita tidak boleh meminta kepada dokter: kesehatan. Kita boleh meminta resep, boleh meminta obat, tapi kalau kesehatan tidak boleh. 

{ وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِ } 

"Apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan"
Dialah yang menyehatkan. 

Kalau sesuatu tersebut hanya dimampui oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, kita tidak boleh minta pertolongan kepada hamba untuk sesuatu itu. Tidak boleh meminta kepada hamba sesuatu tersebut. 
Misalnya keselamatan. "Saya meminta keselamatan kepadamu", ini tidak boleh. Keselamatan itu dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Misalnya meminta rezeki, tidak boleh: "berikan aku rezeki". Rezeki itu dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hanya Allah yang mampu memberikan rezeki, bukan yang lain. 
"Aku meminta hidup", tidak boleh. Yang menghidupkan kita Allah Subhanahu Ta'ala. 
"Aku meminta anak", tidak boleh. Yang memberikan kita keturunan (adalah) Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Adapun hal-hal yang dimampui oleh manusia, maka dibolehkan. Meminta resep obat, meminta makanan, meminta bantuan untuk misalnya dijaga. Orang bisa menjaga. Tapi untuk selamat, tidak. Keselamatan diusahakan, iya. Tapi yang memberikan keselamatan itu adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

{ إِیَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِیَّاكَ نَسۡتَعِینُ } 

"Hanya kepadaMu kami beribadah ya Allah dan hanya kepadaMu kami meminta pertolongan" 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga  menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


🌏 https://grupislamsunnah.com/


👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚 Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.

Pembahasan Membaca Al Fatihah ~ Merupakan Rukun Sholat & Keutamaannya Bag 03


══════════════════   

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya). 


Syaikh Al Albani rahimahullah menjelaskan tentang 

[ رُكْنِيَّةُ الفَاتِحَةِ وَفَضَائِلُهَا ] 

Tentang masalah bahwa Al-Fatihah ini rukun shalat, dan keutamaan-keutamaan dari surat Al-Fatihah. 

Ketika kita mengatakan
{ إِیَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِیَّاكَ نَسۡتَعِینُ }

“Hanya kepadaMu kami beribadah ya Allah dan hanya kepadaMu kami meminta pertolongan” 

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjawabnya:
<< فَهَذِهِ بَيْنِيْ وَبَيْنَ عَبْدِيْ >> 

"Ini adalah antara Aku dengan hambaKu"
-> Ini antara Aku (antara Allah Subhanahu wa Ta’ala) dengan hambaKu. 

<< وَلِعَبْدِيْ مَا سَأَلَ >> 

"Dan untuk hambaKu apa yang dia minta" 

Seorang hamba kemudian mengatakan, 

{ ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَ ٰ⁠طَ ٱلۡمُسۡتَقِیمَ }
Ini permintaan. 
"Tunjukilah kami jalan yang lurus" 

Allah Subhanahu wa Ta’ala tadi mengatakan:
<< وَلِعَبْدِيْ مَا سَأَلَ >>
"Dan untuk hambaKu apa yang dia minta" 

Kemudian kita meminta
{ ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَ ٰ⁠طَ ٱلۡمُسۡتَقِیمَ } 

"Tunjukilah kami jalan yang lurus" 

{ صِرَ ٰ⁠طَ ٱلَّذِینَ أَنۡعَمۡتَ عَلَیۡهِمۡ غَیۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَیۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّاۤلِّینَ } 

"Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau beri kenikmatan kepada mereka, bukan orang-orang yang Engkau murkai dan juga bukan orang-orang yang Engkau sesatkan (bukan orang-orang yang tersesat)" 

<< فَهَؤُلَاءُ لِعَبْدِيْ وَلِعَبْدِيْ مَا سَأَلَ >> 

"Perkataan-perkataan itu adalah untuk hambaKu, dan untuk hambaKu apa yang dia minta." 

Kita selalu berdoa meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar diberikan petunjuk jalan yang lurus.
Jalan yang lurus itu jalan siapa? 
Jalan orang-orang yang diberikan kenikmatan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala; (1) bukan jalannya orang yang dimurkai, (2) bukan jalannya orang yang tersesat . 

Siapa yang dimurkai? 
Kaum Yahudi.
Sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang lain. 
Kenapa mereka dimurkai? 
Karena mereka mengetahui sesuatu tapi tidak diamalkan. Punya ilmunya; mereka tahu bahwa Islam itu haq, agama yang haq. 

{ ٱلَّذِینَ ءَاتَیۡنَـٰهُمُ ٱلۡكِتَـٰبَ یَعۡرِفُونَهُۥ كَمَا یَعۡرِفُونَ أَبۡنَاۤءَهُمۡۖ }
"Mereka adalah orang-orang yang Kami beri kitab, yang mereka tahu kitab tersebut sebagaimana mereka tahu anak-anak mereka." 

Ini orang-orang Yahudi, tapi mereka tidak mau masuk Islam. Tidak mau menerima kebenaran Islam, padahal mereka tahu Islam ini yang benar. Makanya Allah murka kepada mereka. 

Kalau kita tidak ingin dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, berusahalah untuk mengamalkan ilmu kita; yang sampai kepada kita, kita amalkan. Semangatlah untuk beramal, semangatlah untuk menerapkan ilmu, semampu kita tentunya. Tapi ada semangat, ada usaha. Kalau mampu, kita lakukan. Kalau memberatkan, kita lihat apakah itu wajib ataukah sunnah. 

Kalau kita mampu, walaupun sunnah - kita lakukan dan kita semangat untuk melakukannya. Baru ketika kita merasa berat, sangat memberatkan kita, baru kita lihat. Kalau wajib tetap kita lakukan; kalau sunnah maka bisa kita tinggalkan untuk kita lakukan di kesempatan yang lain, yang di kesempatan tersebut kita mudah atau ringan dalam menjalankannya. 

Orang Yahudi (adalah) orang-orang yang sudah tahu ilmunya tapi mereka tidak mau mengamalkannya. 

Yang kedua, jalan orang-orang yang tersesat. Kita meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar kita dijauhkan dari jalan orang-orang yang tersesat. 

Siapakah mereka? 
Mereka kaum Nasrani.
Kenapa dikatakan tersesat? 
Karena mereka tidak tahu ilmunya, tapi menjalankannya. Beramal tidak berdasarkan ilmu. 

Ini kebalikan dari orang-orang Yahudi. Ini menunjukkan bahwa kaum Nasrani tidak sepintar kaum Yahudi dalam masalah-masalah agama. Makanya di dalam agama Nasrani kita akan menemukan banyak sekali masalah-masalah dalam kaidah-kaidah agama mereka yang sangat prinsipil sekali. 

Seperti misalnya kaidah ketuhanan. Prinsip ketuhanan mereka, itu sangat tidak masuk akal, berbeda dengan prinsip ketuhanan di kaum Yahudi. Sangat tidak masuk akal dan banyak hal-hal yang menjadi tanda tanya besar di dalam agama Nasrani apabila kita menelitinya. Misalnya perbedaan antara kitab Injil yang satu dengan kitab Injil yang lainnya, perbedaannya besar. Kalau kitab Injil itu benar-benar dari Nabi Isa, masih murni, benar-benar dari Nabi Isa, harusnya tidak ada perbedaan seperti itu. Kenapa perbedaannya banyak sekali dan perbedaannya sangat bertentangan antara satu dengan yang lainnya. 

Ini isyarat ya dalam surah Al-Fatihah, bahwa bahwa orang-orang Yahudi lebih pintar dalam masalah agamanya daripada orang-orang Nasrani. 

Makanya orang Yahudi disebut di dalam Al-Fatihah,  mereka kaum yang dimurkai, karena mereka mengetahui ilmunya tapi tidak mengamalkannya. Sedangkan kaum Nasrani mereka tidak tahu ilmu, mereka jahil, tapi melakukan sesuatu tanpa dasar-dasar ilmu. 

Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari keadaan-keadaan ini. 

Kita sebagai kaum muslimin, kita ambil kebaikan dari keduanya dan kita buang keburukan dari keduanya. Kita ambil ilmunya, kita mencari ilmu sebaik sekuat mungkin dan kita beramal sekuat mungkin. Inilah cara kita mengambil kebaikan dari dua kaum ini dan membuang keburukan dari dua kaum ini. Yang baik-baik kita ambil, yang buruk-buruk kita hilangkan. 

Jadilah seorang muslim yang sejati, seorang muslim yang semangat dalam menuntut ilmu, sehingga bertambah ilmunya, dan ilmu tersebut kita berusaha untuk menjalankannya dengan sekuat tenaga.
________ 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga  menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚 Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.

Pembahasan Membaca Al Fatihah ~ Penjelasan Tentang Membaca Basmallah Dipelankan Dalam Sholat Jahriyyah




══════════════════ 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya). 

Pada kesempatan yang telah lalu kita sudah menyelesaikan pembahasan tentang bahwa Al-Fatihah adalah rukun dalam shalat kita. Kita juga sudah membahas tentang keutamaan-keutamaan surat Al-Fatihah. Kita juga sudah menyinggung bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu ketika membaca Al-Fatihah beliau memelankan bacaan “bismillah”nya dalam shalat jahriyyah (shalat yang dikeraskan bacaannya). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu tidak mengeraskan bacaan basmalahnya, karena memang ada perbedaan pendapat di tengah-tengah kaum muslimin tentang hal ini. 

Apabila kita melihat dalil-dalil yang ada, kita akan berkesimpulan bahwa pendapat yang mengatakan bahwa membaca basmalah itu sunnahnya dipelankan. Ini adalah pendapat yang paling kuat dalam masalah ini, karena dalilnya sangat banyak dan mayoritas ulama juga mengatakan demikian. 

Mayoritas ulama, mereka mengatakan bahwa membaca basmalah sunnahnya dipelankan, tapi bukan berarti kita merendahkan pendapat lain atau mencela pendapat lain karena ini adalah perbedaan pendapat yang terjadi di tengah-tengah para imam. Dan perbedaan pendapat ini sudah sangat lama sehingga yang bisa kita lakukan adalah menguatkan mana pendapat yang dalilnya lebih kuat, memilih pendapat mana yang dalilnya lebih kuat. 

Pendapat yang dalilnya lebih kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa memelankan basmalah di dalam shalat jahriyyah, itu yang lebih kuat. Di antara dalilnya adalah atsar dari Anas bin Malik. Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitab shahihnya. 

Anas bin Malik mengatakan: 

أَنَّ النَّبِيَّ َصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ كَانُوا يَفْتَتِحُونَ الصَّلَاةَ بِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. 

“Sungguh, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, sahabat Abu Bakar, sahabat ‘Umar, sahabat ‘Utsman, dahulu mereka membuka shalatnya dengan bacaan [ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ]. 

Di sini tidak disebutkan 
[ بِسْمِ اللَّهَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ]
tapi membuka bacaannya dengan 
[ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ] 
dan ini dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, dilakukan oleh sahabat Abu Bakar, sahabat ‘Umar, sampai sahabat ‘Utsman, sebagaimana dikatakan oleh sahabat Anas bin Malik yang shalat bersama mereka semuanya sebagai makmum. 

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim. Ini menunjukkan kekuatan sanad dari hadits ini. Sebagian orang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan membuka shalatnya dengan [ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينِ ]
ini maksudnya adalah membuka shalatnya dengan Al-Fatihah. Karena kebiasaan orang, mereka menyebut nama surat dengan awal ayatnya, seperti misalnya surat [ أَلَمْ نَشْرَحْ ], surat [ وَالشَّمْسِ ] , surat [ وَاللَّيْلِ ] sehingga yang dimaksud dengan membuka shalatnya dengan  [ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ] 
kemungkinan maksudnya adalah membuka shalatnya dengan Al-Fatihah. 

Ada kemungkinan itu memang, tapi ada riwayat lain yang menafiikan kemungkinan ini, riwayat dari Anas juga. Sahabat Anas bin Malik mengatakan (dan ini riwayatnya juga shahih) diriwayatkan oleh Imam Muslim: 

صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَداً مِنْهُمْ يَقْرَأْ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. 

“Aku telah shalat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, begitu pula bersama sahabat Abu Bakar, sahabat ‘Umar, sahabat ‘Utsman dan aku tidak pernah mendengar sekali pun dari mereka, mereka membaca: 
[ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ] 

Ini sangat tegas menyebutkan bahwa mereka semuanya ketika shalat jahriyyah tidak terdengar dari mereka bacaan 
[ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ]
Ini menunjukkan bahwa mereka membacanya dengan cara سِرٌّ 
(dengan cara pelan). 

Di dalam riwayat lain dengan lafadz: 

لَا يَذْكُرُونَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي أَوَّلِ الْقِرَاءَةِ وَلَا فِي آخِرِهَا. 

“Mereka semuanya (yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, sahabat Abu Bakar, sahabat ‘Umar, sahabat ‘Utsman رضي اللّه عنهم أجمعين) tidak menyebut 
  [ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ]
baik di awal bacaan ataupun di akhir bacaan”. 

Ini menunjukkan bahwa sebelum membaca  [ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ] 
tidak terdengar dari mereka bacaan
  [ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ]. 

Kemudian ketika akan membaca surat setelahnya, juga tidak terdengar dari mereka bacaan [ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ] 
Sehingga ketika kita akan membaca
  [ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَلَمِينَ ] 
sunnahnya dipelankan "bismillah", begitu pula ketika membaca surat setelah itu, sunnahnya dipelankan basmalahnya. 

Dalam riwayat lain dari sahabat Anas juga (riwayatnya banyak sekali sehingga lafalnya atau redaksinya juga banyak dan setiap redaksi saling melengkapi) sahabat Anas mengatakan: 

فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَداً مِنْهُمْ يَجْهَرُ بِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. 

“Tidak pernah aku mendengar satupun dari mereka menjaharkan atau mengeraskan bacaan
[ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم ] 

Ini dari sahabat Anas bin Malik. 

Ini menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya dahulu, mereka tidak mengeraskan bacaan basmalah-nya sehingga kita juga harusnya mengikuti mereka. 

______ 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga  menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


🌏 https://grupislamsunnah.com/


👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚 Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.

Pembahasan Membaca Al Fatihah ~ Penjelasan Tentang Membaca Basmallah Dipelankan Dalam Sholat Jahriyyah Bag 02


══════════════════   

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya). 

(Ada yang bertanya) Ustadz, apa dalil pendapat yang mengatakan bahwa basmalah itu dianjurkan untuk dikeraskan, atau apa dalil mereka dalam mengeraskan bacaan Bismillah-nya? 

Dalil mereka di antaranya adalah hadits Abu Hurairah, bahwa suatu ketika sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu pernah shalat mengimami para sahabat. Ketika itu sahabat Abu Hurairah mengeraskan bacaan basmalah-nya. Dan setelah shalat sahabat Abu Hurairah mengatakan: “Aku telah shalat di depan kalian sebagaimana shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam”. Sehingga mereka berkesimpulan bahwa di antara contoh shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah mengeraskan bacaan basmalah-nya. 

Dalil ini sanadnya kuat namun bisa dijawab dengan beberapa jawaban. 

Jawaban yang pertama: Sahabat Abu Hurairah tidak tegas mengatakan bahwa bacaan basmalah-nya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam itu keras. Sahabat Abu Hurairah hanya mengatakan, “Saya shalat di depan kalian sebagaimana shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam”. Sehingga bisa jadi kerasnya bacaan basmalah sahabat Abu Hurairah keluar dari sifat shalat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. 

Bisa jadi demikian, karena sahabat Abu Hurairah tidak dengan tegas mengatakan bahwa dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengeraskan bacaan basmalah-nya. Tapi sahabat Abu Hurairah hanya mengatakan bahwa, “Saya tadi shalat di depan kalian sebagaimana shalatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam”. 

Jawaban yang kedua: Sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu dahulu selalu bersama Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ada kemungkinan besar beliau shalatnya dekat dengan Nabi عليه الصّلاة والسّلام . Sehingga walaupun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca basmalah dalam keadaan pelan, beliau masih mendengarnya. Berbeda dengan sahabat; mungkin sahabat Anas bin Malik agak jauh sehingga tidak mendengarnya. Ada kemungkinan ini, sehingga sahabat Abu Hurairah mengeraskan bacaan basmalah-nya karena dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca basmalah tersebut walaupun dalam keadaan pelan. 

Jawaban yang ketiga: Bahwa apa yang dilakukan oleh sahabat Abu Hurairah bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, sahabat Abu Bakar, sahabat ‘Umar, dan sahabat ‘Utsman, dan mereka jauh lebih kuat daripada sahabat Abu Hurairah. Apabila dibandingkan, maka jelas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam saja sudah tidak mungkin dikalahkan, contohnya, apalagi ditambah dengan sahabat Abu Bakar, ditambah dengan sahabat ‘Umar, ditambah dengan sahabat ‘Utsman bin ‘Afwan. 

Kita wajib mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, Begitu pula kita wajib mengikuti apa yang dicontohkan oleh para khulafaurr rasyidin. 

<< عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِ >> 

“Kalian diwajibkan untuk mengikuti sunnahku, tuntunanku, begitu pula tuntunan para khulafaur rasyidin” 

Ini menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa 
[ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ] 
sebelum Al-Fatihah dan sebelum surat yang dibaca setelah Al-Fatihah ketika shalat jahriyyah hendaknya dipelankan. 

Di antara penjelasan yang mengatakan bahwa pendapat memelankan bacaan basmalah ini adalah pendapat mayoritas ulama, adalah perkataan Imam at-Tirmidzi dalam kitab sunannya (kitab Sunan at-Tirmidzi). Beliau mengatakan: 

وَالْعَمَلُ عَلَيْهِ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. 

“Mengamalkan pendapat ini -yaitu memelankan bacaan basmalah sebelum Al-Faatihah- itulah yang dipilih oleh sebagian besar ahli ilmu dari para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam (pendapat mayoritas sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam)”.
مِنْهُمْ أَبُو بَكْرٍ. 

“Di antara mereka adalah sahabat Abu Bakar”
وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ وَغَيْرُهُمْ. 

“Begitu pula sahabat ‘Umar, sahabat ‘Utsman, dan sahabat-sahabat yang lainnya”
وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ التَّابِعِينَ. 

“Begitu pula para ahli ilmu setelah mereka dari kalangan tabi’in” 

وَبِهِ يَقُولُ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ وَابْنُ الْمُبَارَكِ وَأَحْمَدُ وَإِسْحَاقُ. 

“Begitu pula hal itu dikatakan oleh Imam Sufyan ats-Tsauri, Imam Ibnu Mubarak, Imam Ahmad, Imam Ishaq” 

لَا يَرَوْنَ أَنْ يَجْهَرَ بِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. 

“Mereka tidak memandang untuk mengeraskan bacaan 
[ ِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم ] 

قَالُوا: وَيَقُولُهَا فِي نَفْسِهِ. 

“Mereka mengatakan: Dan seseorang membaca basmalah tersebut di dalam dirinya”.
-> maksudnya memelankan bacaan bismillah-nya. 

Inilah dalil. Dalil yang menunjukkan bahwa pendapat yang mengatakan memelankan bacaan basmalah sebelum membaca Al-Fatihah itu disunnahkan. Itu yang sunnah, dan inilah pendapat yang paling kuat dalam masalah ini. 

______ 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga  menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


Postingan populer dari blog ini

BIMBINGAN SINGKAT AMALAN HAJI

BEKAL ISLAM