KITAB SIFAT SHALAT NABI Sutrah dalam Shalat

                ══❖•ೋ°📖° ೋ•❖══╗
                                  
       Grup Islam Sunnah | GiS
           
                ══❖•ೋ°👥° ೋ•❖══╝ 

🌏 https://grupislamsunnah.com

👤  Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى 

📚    *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.* 

Pembahasan Sutrah Dalam Sholat



════════════════    

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS atau Grup Islam Sunnah yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi sa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya). 

Baiklah, kita lanjutkan kajian kita. 

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang masalah sutrah. 

Sutrah dalam bahasa berarti pembatas. Sutrah yang dimaksud dalam pembahasan shalat adalah pembatas yang diletakkan oleh seseorang yang shalat di depannya, sebagai pembatas antara orang tersebut dengan (batas) tempat sujudnya. Sehingga apabila ada orang yang butuh untuk berjalan di depan orang shalat, dia berjalan setelah pembatas itu. Pembatas itu berguna untuk menentukan batas atau jarak yang bisa dilalui oleh orang-orang yang ingin berjalan di depan orang yang sedang shalat. 

Beliau mengatakan, 

السترة ووجوبها

Pembahasan tentang masalah sutrah dan wajibnya shalat menghadap sutrah. Ini pendapat Syaikh Albani rahimahullah dan ini juga pendapat sebagian ulama di zaman dahulu bahwa sutrah itu wajib. Karena memang banyak dalil yang memerintahkan masalah sutrah ini sehingga sebagian ulama berkesimpulan bahwa sutrah itu wajib. 

Dan dalam perintah-perintah tersebut terdapat penekanan-penekanan untuk membuat sutrah di dalam shalat. 

Namun, mayoritas ulama mengatakan bahwa sutrah itu sunnah muakkadah, tidak sampai pada derajat wajib. Sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa para ulama ber-ijma' tentang sunnah-nya sutrah. 

Di antara yang menyebutkan adanya ijma' dalam masalah sutrah adalah ulama dari mazhab Maliki yang bernama Ibnu Rusyd. Beliau mengatakan bahwa sunnah menurut kesepakatan para ulama / menurut ijma' para ulama. Para ulama, menurut beliau, sudah ber-ijma' tentang sunnahnya sutrah. 

Memang ijma' ini mudah dipatahkan. Maksudnya pernyataan bahwa ulama telah ber-ijma' dalam masalah sunnahnya sutrah ini mudah untuk dijawab. Karena ternyata para ulama dari dahulu berbeda pendapat. 

Namun demikian, paling tidak penyebutan ijma' ini menunjukkan bahwa mayoritas ulama berpendapat tentang sutrah, bahwa sutera adalah sesuatu yang disunnahkan. 

Dan memang dari zaman dulu sampai sekarang mayoritas ulama mengatakan bahwa sutrah itu tidak wajib, tidak sampai pada derajat wajib. Tapi, ia adalah sunnah muakkadah, sunnah yang dikuatkan, ditekankan. 

Maka, tidak seyogyanya, tidak sepantasnya, kita meninggalkan sutrah ketika kita akan shalat.  

Semua imam mazhab yang 4 mengatakan sutrah itu sunnah. Begitu pula ulama-ulama di zaman ini mayoritas mengatakan sunnah. Seperti, Syaikh Muhammad Shalih Ibnu Utsaimin rahimahullah. Beliau mengatakan bahwa sutrah itu sunnah muakkadah. Begitu pula Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, mengatakan bahwa sutrah itu sunnah. Dan para maasyaikh yang lainnya, Syaikh Shalih Fauzan juga mengatakan bahwa sutrah itu sunnah. 

Di antara dalilnya, walaupun dari dalil-dalil tersebut banyak jawabannya, tapi disebutkan oleh para ulama tersebut di antara dalilnya, misalnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak memerintahkan kepada orang yang tidak baik shalatnya (orang Arab Badui yang datang ke masjid Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak bisa shalat) di situ tidak ada perintah untuk membuat sutrah atau mengambil sutrah. Padahal yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam kepada orang tersebut adalah perintah-perintah yang sangat mendasar dalam shalat. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak memerintahkan orang tersebut untuk mengambil sutrah, maka ini menunjukkan bahwa sutrah bukan sesuatu yang sangat mendasar di dalam shalat. 

Begitu pula ada sebuah hadits, yang sanadnya diperselisihkan yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, menyebutkan bahwa Rasulullah pernah suatu ketika shalat dan di depannya tidak ada sutrahnya. Tapi hadits ini dilemahkan oleh Syaikh Albani. Namun dipakai mayoritas sebagai dalil bahwa sutrah itu bukan sesuatu yang sampai pada derajat wajib. 

Syaikh Albani rahimahullah menyebutkan: 

وكان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقف قريبا من السترة 

Dahulu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berdiri dekat dengan sutrahnya.

فكان بينه وبين الجدار ثلاثة أغرد 

Dan dulu jarak antara Beliau dan tembok atau dinding yang dijadikan oleh Beliau sebagai sutrah hanya 3 hasta.

وبين موضع سجوده والجدار ممر شاة 

Dan jarak antara tempat sujud beliau dan tembok hanya cukup tempat lewat seekor kambing.

وكان يقول : لا تصل إلا إلى سترة 

Janganlah kalian sholat kecuali menghadap sutrah.

ولا تدع أحدا يمر بين يديك 

Dan jangan sampai engkau meninggalkan atau membiarkan seseorang berjalan di depanmu.

فإن أبى فلتقاتله 

Jika dia sudah engkau larang untuk berjalan di depanmu maka hendaklah engkau mendorongnya dengan kuat.

فإن معه القرين 

Karena ketika itu dia sedang bersama Qarin (setan yang bersama dengan dia ketika sholat).

Hadits ini menunjukkan akan perintah untuk shalat menghadap sutrah, dan perintah ini terdapat penekanan di sini. Penekanannya adalah pembatasan shalat seseorang. 

لا تصل إلا إلى سترة 

Janganlah kalian sholat kecuali dengan menghadap sutrah.

Ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memberikan penekanan kepada orang yang shalat untuk mengambil sutrah. Dan beliau mengatakan, "Jangan sampai engkau membiarkan seseorang berjalan di depanmu," ini perintah juga kepada orang yang shalat agar menghalangi orang yang ingin berjalan di depannya. 

Kalau misalnya, orang tersebut sangat butuh untuk keluar / berjalan di depan kita, maka kita yang berjalan ke depan untuk mendekat kepada sutrah. Dan biarkan orang tersebut berjalan di belakang kita. Ini solusinya kalau misalnya dia sangat membutuhkan untuk berjalan atau keluar misalnya, kita sedang berada di tempat yang sangat sempit. Sehingga kalau kita seperti itu terus, akan mengganggu orang itu, padahal dia butuh untuk keluar misalnya. Maka kita yang mendekat ke sutrah kita. Misalnya mendekat ke dinding. Kemudian setelah itu kita kembali lagi seperti semula. 

Ini solusi yang diberikan oleh syariat bagi mereka yang keadaannya demikian. 

Apabila orang tersebut masih memaksa untuk berjalan di depan kita, maka kita juga menguatkan usaha kita untuk menghalangi dia dengan mendorongnya dengan kuat. Yang pertama, ini bermanfaat bagi shalat kita. Yang kedua, bermanfaat bagi dia. Karena kalau dia berjalan di depan orang yang shalat, maka dia mendapatkan dosa. Agar dia tidak mendapatkan dosa maka kita cegah jangan sampai dia terjatuh ke dalam dosa, dan agar shalat kita juga sempurna. 

Jadi ada dua maslahat yang besar; maslahat bagi orang yang shalat, juga maslahat bagi orang yang ingin berjalan di depan orang yang sedang shalat. 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Ala. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 


══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚 *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka Taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.*

Pembahasan Sutrah Dalam Sholat Bag 02



════════════════ 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS atau Grup Islam Sunnah yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi sa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya). 

Baiklah, kita lanjutkan kajian kita. 

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dahulu juga bersabda: 

إذا صلى أحدكم إلى سترة فليدن منها 

Apabila salah seorang dari kalian shalat menghadap sutrah, maka hendaklah dia mendekat kepadanya (mendekat kepada sutrah).

لايقتع الشيطان عليه صلاته 

Jangan sampai setan memotong shalatnya.
 
Memotong di sini bisa berarti mengacaukan, mengacaukan shalatnya. 

Ini juga perintah dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. 

وكان أحيانا يتحر الصلاة عند الأسطوانة التي في مسجده 

Dan Beliau terkadang berusaha shalat di dekat tiang yang ada di dalam masjid Beliau.

Jadi pembatas tidak harus terbuat dari sesuatu yang berdiri sendiri. Tapi setiap pembatas / setiap sesuatu yang tinggi (yang ada ketinggiannya) bisa dijadikan sebagai sutrah. Misalnya, dinding sebagaimana dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. 

Disebutkan : 

الأُسطُوانة 

Di sini disebutkan tiang.

Bisa tiang, bisa dinding, bisa orang, bisa barang; ini bisa dijadikan sebagai sutrah. Intinya sutrah adalah sesuatu yang membatasi, sesuatu yang menjadikan sebagai pembatas antara orang yang shalat dengan (batas) tempat sujudnya. 

وكان إذا صلى في فضاء ليس فيه شيئ يستتر به 

Dan jika Beliau shalat di tempat yang terbuka, tidak ada sesuatu untuk dijadikan sebagai sutrah,

غرز بين يديه حربة فصلى إليها و الناس وراءه 

maka Beliau menancapkan tombak di hadapan Beliau, kemudian Beliau shalat menghadapnya dan manusia (para jamaah) shalat di belakangnya.

وأحيانا كان يعرض راحلته فيصلي إليها 

Dan terkadang Beliau melintangkan untanya di hadapannya lalu shalat menghadapnya.

وهذا خلاف الصلاة في أعطان الإبل 

Ini berbeda dengan shalat di tempat penambatan unta.

فإنه نهى عنها 

Karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang shalat di tempat penambatan unta.

Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjadikan untanya sebagai sutrah, sebagai pembatas antara Beliau dengan tempat sujudnya, bukan berarti kita boleh untuk shalat di tempat penambatan unta. Sebagaimana dilarang oleh Beliau dalam hadits yang lainnya. Karena kita dilarang untuk shalat di tempat penambatan unta, atau kandang unta. 

Dan masalah menjadikan unta sebagai sutrah dalam shalat, ini berbeda dengan masalah larangan untuk shalat di tempat penambatan unta atau tempat kandangnya. 

وأحيانا كان يأخذ الرحل، فيعدله، فيصلي إلى آخرته 

Dan terkadang Beliau mengambil pelana, yang ada di atas untanya, dan menegakkannya di depan Beliau. Setelah itu beliau shalat menghadap pelana tadi pada ujung pelana tersebut.

(Beliau) menghadap ke pelana tadi. Beliau tidak menghadap ke untanya, tapi Beliau ambil pelananya kemudian ditaruh di depannya. 

وكان يقول : إذا وضع أحدكم بين يديه مثل مؤخرة الرحل فليصل 

Dan beliau pernah mengatakan: Jika salah seorang di antara kalian telah meletakkan di hadapannya benda, seperti kayu pada ujung pelana, ((فليصل ولا يبالي من مر وراء ذلك)) 

Maka hendaknya dia shalat dan jangan menghiraukan lagi orang yang lewat di balik benda itu.

Ini perintah dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam untuk shalat menghadap sutrah. Ketika dia sudah shalat menghadap sutrah maka tidak mengapa orang lain berjalan di tempat setelah sutrah tersebut. 

وصلى مرة إلى شجرة 

Suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi pernah shalat menghadap ke pohon.

Ini menunjukkan bahwa sutrah bisa dengan apapun, yang penting menjadi pembatas antara dia dengan dengan orang lain yang ingin berjalan di depannya. 

وكان أحيانا يصلي إلى السرير وعائشة رضي الله عنها مضتجعة عليه [تحت خفيفتها] 

Beliau terkadang shalat menghadap ranjang saat Aisyah radhiyallahu anha berbaring di atasnya, tertutup kain beludrunya.

Ini juga tidak menjadi masalah. 

وكان صلى الله عليه وسلم لا يدع شيئا يمر بينه وبين السترة 

Dan dahulu Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam tidak membiarkan apapun lewat di depan Beliau, antara Beliau dengan sutrahnya (selalu Beliau halangi).

فقد كان يصلي إذ جاءت شاة تسعى بين يديه 

Suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah shalat dan ada kambing yang berjalan di depan Beliau (bukan orang yang mukallaf, bukan manusia).

فساعها حتى ألزق بطنه بالحائط 

Maka Beliau mendahuluinya dan berdiri menempelkan perut Beliau ke dinding.

Ini solusi tadi, karena kambing tidak tahu dia dihalangi, tetap saja ingin berjalan di depan Beliau. Akhirnya Beliau menempelkan tubuh Beliau ke dinding, menempelkan perut Beliau ke dinding. 

ومرت من ورآئه  

Sehingga kambing tersebut bisa lewat dari belakang Beliau.

Kalau kambing saja dibegitukan apalagi dengan anak kecil, walaupun belum baligh. Anak kecil juga, kalau bisa dihalangi ketika berjalan di depan orang yang shalat; orang yang shalat kalau bisa menghalangi anak kecil tersebut. 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Ala. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


🌏 https://grupislamsunnah.com/


👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚 *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka Taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.*

Pembahasan Sutrah Dalam Sholat Bag 03



════════════════   

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS atau Grup Islam Sunnah yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi sa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya). 

Baiklah, kita lanjutkan kajian kita. 

Pada kesempatan kali ini adalah pembahasan tentang masalah sutrah. 

وصلى صلاة مكتوبة فضم يده 

Dan pernah Beliau shalat fardhu lalu menggenggam tangan Beliau.
 
Beliau menggenggamkan tangannya. 

فلما صلى قالوا : يا رسول الله أحدث في الصلاة شيئ؟ 

Ketika beliau selesai shalat, para sahabat bertanya, karena melihat Rasulullah menggenggam (tangannya) di dalam shalatnya. 

Para sahabat bertanya, wahai Rasulullah, apakah terjadi sesuatu ketika ketika engkau sedang shalat?

Mungkin itu Syariat. Para sahabat, apapun gerak-gerik Nabi Muhammad shalallahu wassalam mereka perhatikan. Ketika Rasulullah shallallahu sallam melakukan gerakan genggaman maka para sahabat bertanya apakah itu sunnah ataukah ada sesuatu. 

Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab, 

لا 
Tidak ada sesuatu

إلا أن الشيطان أراد أن يمر بين يدي 

Hanya saja tadi ada setan yang kulihat mau berjalan di depanku (berjalan di depan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam).  

Rasulullah kadang-kadang melihat makhluk ghaib. Ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala menghendaki beliau, atau membuka tabir alam ghaib, maka beliau melihatnya.

Dan ini tidak seterusnya, tidak terus menerus seperti itu. Tidak, karena Rasulullah juga manusia, tidak bisa melihat alam ghaib kecuali ketika Allah izinkan. Ketika Allah kehendaki Beliau baru bisa melihat hal-hal yang ghaib tersebut. Tidak selamanya seperti ini. 

Ketika peristiwa ini Rasulullah melihat ada syaitan yang ingin berjalan di depan Rasulullah ketika Beliau sedang shalat. 

فخنقته حتى وجدت برد لسانه على يدي 

Aku mencekiknya (mencekik syaitan) hingga aku merasakan dinginnya lidah setan di tanganku.

وايم الله، لولاماسبقني إليه أخي سليمان؛ لارتبط إلى سارية من سواري المسجد 

Demi Allah, seandainya saja saudaraku Nabi Sulaiman tidak mendahuluiku. (maksudnya tidak mendahului Rasulullah dengan doa yang diucapkan oleh Nabi Sulaiman) 

{ربي حبلي ملكا لاينبغي لأحد من بعد} 

"Wahai Rabbku berikanlah kepadaku kekuasaan yang tidak pantas dimiliki oleh orang setelahku."

Ini doanya Nabi Sulaiman. Ini yang dimaksudkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wassallam di sini. Kalau saja Nabi Sulaiman tidak berdoa dengan doa ini, maka Rasulullah shalallahu alaihi wassallam akan menangkap syaitan ini terus, sampai diikat di salah satu dari tiang masjid.
Rasulullah mengatakan, "Demi Allah, seandainya saja saudaraku Sulaiman tidak mendahuluiku dengan doanya itu,
-(maksudnya mendahului di sini adalah Nabi Sulaiman mendahului Rasulullah dengan doanya, sehingga tidak pantas Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam memiliki kekuasaan seperti kekuasaannya Nabi Sulaiman, yang menguasai manusia juga menguasai alam jin, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tidak ingin mendapatkan kekuasaan di alam jin karena Nabi Sulaiman sudah mendahuluinya dengan doa tersebut)-, 
pastilah syaitan tersebut telah ditambat di salah satu tiang dari tiang-tiang masjid ini."

حتى يطيف به ولدان أهل مدينة 

Sehingga syaitan tersebut akan dikerumuni oleh anak-anak kecil dari penduduk Madinah.
 
فمن استطاع أن لا يحول بينه وبين القبلة أحد ؛ فليفعل 

Maka siapa yang mampu untuk berusaha agar tak seorang pun menghalangi antara dirinya dengan kiblat, maka lakukanlah.

Ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berusaha sekuat tenaga, agar tidak ada apapun yang berjalan di depan Beliau ketika Beliau sedang shalat. 

Disebutkan ada kambing, kemudian di sini disebutkan ada syaitan, kemudian kalau ada orang yang ingin berjalan maka halangilah. Kalau dia memaksa, maka doronglah. 

Ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berusaha semaksimal mungkin agar tidak ada apapun yang berjalan di depan beliau ketika beliau sedang shalat. 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Ala. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


🌏 https://grupislamsunnah.com/

👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚 *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka Taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.*

Pembahasan Sutrah Dalam Sholat Bag 04


════════════════   

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS atau Grup Islam Sunnah yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'Ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi sa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya). 

Baiklah, kita lanjutkan kajian kita. 

Pada kesempatan kali ini adalah pembahasan tentang masalah sutrah. 

Beliau juga pernah bersabda tentang masalah sutrah ini. Dan ini menunjukkan bahwa orang yang berjalan di depan orang yang shalat maka dia berdosa. 

Rasulullah bersabda, 

لو يعلم المار بين يدي المصلي ماذا عليه; لكان أن يقف أربعين خيرا له من أن يمر بين يديه 

Seandainya orang yang berjalan di depan orang yang shalat tahu dosanya, maka dia lebih memilih untuk untuk berhenti selama 40 (ada riwayat yang mengatakan 40 tahun) daripada dia harus berjalan di depan orang yang shalat.

Ini menunjukkan bahwa berjalan di depan orang yang shalat itu perbuatan dosa. Oleh karenanya, kalau dia tahu bahwa hal tersebut dosa dan dosanya besar, maka harusnya dia memilih berhenti walaupun sampai 40 tahun daripada dia harus berjalan di depan orang yang shalat. 

Ustadz, kalau keadaanya darurat bagaimana Ustadz? Sudah kebelet, kalau tidak maka akan ada mudhorat yang lebih besar, masjidnya jadi najis. Kalau demikian, kita perintahkan orang yang shalat untuk maju ke depan. Kalau dia tidak mau bagaimana Ustadz? Belum sampai ilmunya, dorong aja ke depan, didorong ke depan kemudian kita lewat. 

Bagaimana dengan sutrah-sutrah yang dibuat di masjid-masjid sekarang, ada beberapa masjid yang memberikan atau membuat sutrah-sutrah agar dipakai untuk orang-orang yang ingin mengambil sutrah di dalam shalatnya?  

Ada beberapa fatwa dari para Masyaikh yang membid'ahkan hal tersebut. Bahwa perbuatan membuat sutrah atau menyediakan sutrah di masjid, itu adalah perbuatan bid'ah. Dengan alasan bahwa di zaman-zaman dahulu tidak ditemukan praktek-praktek seperti itu. Dan ini masalah ibadah, sehingga apabila di zaman dahulu tidak ada dan sekarang ada maka itu adalah bid'ah. 

Dan ini merupakan tindakan takalluf (memberat-beratkan diri dalam masalah ibadah). 

Namun ada sebagian ulama yang mengatakan itu bukan bid'ah. Dan ini pendapat yang saya lihat lebih kuat.
Pendapat yang mengatakan bahwa pembuatan sutrah-sutrah tersebut di masjid-masjid bukanlah bid'ah. Karena pembuatan sutrah tersebut adalah usaha untuk menyediakan sarana bagi orang yang ingin menjalankan sunnah. 

Dan ini banyak terjadi pada selain sutrah, dan sama sekali bukan takalluf atau memberat-beratkan diri. Karena hal tersebut sangat mudah bagi orang sekarang. 

Hal ini seperti adanya banyak mikrofon di dalam masjid. Di zaman dahulu tidak ada, dan di zaman sekarang banyak. Walaupun bisa dijawab, (bahwa) di zaman dahulu kan tidak bisa Ustadz orang bikin mikrofon. Kita katakan lagi, kalau seperti itu berarti bisa disamakan dengan rak-rak untuk tempat (misalnya) mushaf. Di zaman dahulu tidak ada rak-rak tersebut. 
Ustadz, di zaman dulu mungkin ada. Kita katakan, masih ada banyak hal-hal yang demikian. Seperti misalnya kotak amal. Kotak amal di dalam masjid di zaman dahulu kita tidak lihat, tapi di zaman sekarang banyak. 

Kalau ditanya misalnya, di zaman Nabi adakah kotak amal? Orang akan mengatakan tidak ada. Di zaman para sahabat juga demikian. Tapi sekarang ada. Kotak amal ini juga sarana untuk beramal. Pembuatan sarana agar kaum muslimin lebih mudah ketika ingin berinfak untuk masjid. Sehingga pembuatan sarana seperti ini bukanlah bid'ah. 

Ini bukan bid'ah, ini sarana untuk melakukan amalan-amalan yang mulia, yang disunnahkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Dan ini tidak takalluf. 

Seperti misalnya, pembuatan meja-meja untuk orang-orang yang ingin ngaji di masjid. Di zaman dahulu juga tidak kita temukan. Sekarang banyak meja-meja kecil yang (digunakan) untuk kita membaca Al-Qur'an. Ini juga sarana. Padahal membaca juga bisa dengan tangan, tapi disediakan meja-meja seperti itu. Ada yang bentuknya silang sehingga mudah untuk dilipat, ada yang benar-benar bentuknya seperti meja dan bisa dilipat juga. Di zaman dahulu juga jarang ada, di zaman sekarang banyak terjadi. Dan ini sarana untuk memudahkan seseorang dalam beribadah, sehingga tidak masuk dalam kategori bid'ah. 

Bahkan di zaman dahulu banyak orang yang tidak tahu masalah sutrah ini sama sekali, tahunya ketika ada sutrah-sutrah yang dibuat tersebut. Sehingga kurang tepat apabila sutrah ini dikategorikan sebagai bid'ah. Dan juga kurang tepat apabila sutrah dimasukkan dalam bab takalluf (memberat beratkan diri dalam melakukan amalan ibadah). 

Ini tidak berat sama sekali. Siapa yang merasa keberatan untuk membuat sutrah? Orang-orang sekarang sangat mudah membuat sutrah. Yang lebih berat dari sutrah saja mereka buat dan tidak dikatakan takalluf sama sekali. Seperti membuat meja untuk membaca Al-Qur'an, ini lebih berat, lebih susah dibuat daripada membuat sutrah, tapi tidak dikatakan takalluf. 

Kotak amal, yang berkeliling di masjid-masjid sekarang, ini lebih susah membuatnya daripada sutrah. Tapi tidak dikatakan takalluf, karena itu memang sarana yang diberikan oleh sebagian kaum muslimin untuk melakukan amalan-amalan ibadah, tindakan untuk memudahkan seseorang untuk beribadah.

Dan biasanya bid'ah itu memberatkan, bukan malah memudahkan. Bid'ah itu biasanya memberatkan, kalau ini malah memudahkan, sehingga saya lebih condong pendapat sebagian ulama yang mengatakan bahwa pembuatan sutrah tersebut bukanlah bid'ah. 

Demikian yang bisa Ana sampaikan pada kesempatan kali ini. Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semuanya. 

Mudah-mudahan diberkahi oleh Allah subhanahu wa ta'ala dan mudah-mudahan bisa kita terapkan dalam kehidupan kita. 

Wallahu ta'ala a'lam 

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين .. 

والْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
 
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


🌏 https://grupislamsunnah.com/

👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚 *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka Taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.*

Pembahasan Sutrah Dalam Sholat Bag 05



══════════════════    

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

Ikhwaatii fillaahi ‘azaniyallahu wa iyyaakum. 

Pada majelis yang sebelumnya kita sudah sampai pada pembahasan tentang sutroh. Sutroh dan wajibnya memakai sutroh di dalam sholat; wajibnya menggunakan sutroh atau penghalang ketika sholat. Dan pada kesempatan yang telah lalu, kita sudah membahas tentang perbedaan pendapat para ulama tentang wajibnya sutroh ini. 

Syaikh Al-Albani رحمه اللّه menguatkan pendapat yang mewajibkan, bahwa menggunakan sutroh di dalam sholat itu wajib bagi seorang imam dan bagi seorang yang sholat secara sendirian (munfaridh). Ini wajib menurut pendapat yang dipilih oleh Syaikh Al-Albani رحمه اللّه. 

Dan kita juga sudah membahas bahwa yang lebih kuat dalam masalah ini adalah yang mengatakan bahwa memakai sutroh di dalam sholat adalah sunnah muakkadah; tidak sampai pada derajat wajib dan ini pendapat mayoritas ulama. 

Di semua mazhab, pendapat mayoritasnya adalah pendapat mayoritas yang mengatakan sutroh adalah sunnah, tidak sampai pada derajat wajib; dan sunnahnya sunnah muakkadah karena banyaknya perintah dari Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم kepada umatnya untuk mengambil sutroh. 

Kenapa perintah di sini tidak dimaknai dengan kewajiban? Padahal dalam kaidah ushul dikatakan,

  [ الْأَصْلُ فِي الْأَمْرِ يَضُلُّ عَلَى الْوُجُوبِ ]

"pada asalnya perintah itu menunjukkan hukum kewajiban"
dan Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم sudah memerintahkan kita untuk menggunakan sutroh ketika kita sholat. 

Kenapa kita tidak maknai dengan perintah wajib? 

Alasannya: karena ada dalil lain yang mengubah petunjuk kewajiban tersebut. Ada dalil lain yang mengubah petunjuk wajibnya tersebut, wajib yang ditunjukkan oleh perintah mengambil sutroh. 

Dalilnya adalah hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu ‘Abbas رضي اللّه عنهما. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori رحمه اللّه, dari sahabat Ibnu ‘Abbas, beliau mengatakan: 

أَقْبَلْتُ رَاكِباً عَلَى حِمَارٍ أَتَانٍ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ قَدْ نَاهَزْتُ الاِحْتِلَامَ. 

“Aku pernah datang dengan menaiki kendaraan atau menaiki tunggangan himar (keledai), dan pada saat itu umurku sudah mencapai umur baligh”. 

وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى بِمِنَى إِلَى غَيْرِ الْجِدَارِ. 

“Dan aku melihat Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم sholat di Mina dan di depannya tidak ada dinding”. 

فَمَرَرْتُ بَيْنَ يَدَيْ بَعْضِ الصَّفِّ. 

“Maka aku pun lewat di depan sebagian shof orang-orang yang sholat tersebut”. 

Di sini dikatakan bahwa Ibnu ‘Abbas melihat Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم sholat di Mina tanpa ada temboknya di depannya. 
Ini menunjukkan bahwa Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم ketika itu ia sholat dan di depannya tidak ada apa-apa, baik tembok ataupun benda yang lainnya. 

Ustadz, di dalam hadist itu hanya disebutkan tidak ada tembok. Dari mana kita mengatakan bahwa tidak ada benda lain di depan Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم? 

Kita katakan, sahabat Ibnu ‘Abbas ketika itu melihat Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم, dan pemandangan itu tidak biasa, makanya beliau sampaikan, “Biasanya Rasulullah itu sholatnya ada sutrohnya, tapi ini aneh, ini sesuatu yang aneh. Rasulullah sholat, tapi tidak ada tembok di depannya”. 
Ini menunjukkan bahwa yang lainnya pun tidak ada, karena kalau ada akan disampaikan; karena ini pemandangan yang aneh, Rasulullah sholat tanpa ada tembok. Kalau ada sesuatu yang ada di depan Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم tentunya akan disampaikan oleh sahabat Ibnu ‘Abbas. 

Ini kejadian yang bisa mengalihkan petunjuk wajibnya perintah untuk mengambil sutroh sehingga sutroh sebagaimana dipilih oleh mayoritas ulama hukumnya sunnah muakkadah. Dan jangan sampai kita ketika telah mengetahui hukum ini kemudian kita bermudah-mudahan dalam menggunakan sutroh. 

Maksudnya apa? 

Jangan sampai ketika kita tahu bahwa ini sunnah muakkadah kemudian kita tidak semangat untuk memakai sutroh. Sunnah muakkadah ini adalah sunnah yang hampir sampai pada derajat kewajiban. Makanya tetap semangat untuk memakai sutroh walaupun kita berpendapat bahwa itu tidak sampai pada derajat kewajiban, karena itu juga ada pahalanya, itu juga sunnah Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم. 

Dahulu para sahabat Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم mereka sangat semangat untuk menerapkan sunnah-sunnah Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم, perintah-perintah Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم, tanpa membedakan apakah ini wajib ataukah sunnah. 

Apapun yang diperintahkan oleh Rasulullah; mereka mampu melakukannya, mereka akan lakukan. Inilah para sahabat, mereka berusaha semaksimal mungkin untuk mencari pahala. Kalau mereka mampu, mereka akan lakukan. Kalau mereka tidak mampu, baru dilihat apakah ini wajib ataukah ini sunnah. 

Kita juga demikian, kalau kita mampu melakukannya, lakukan, walaupun itu tidak wajib, walaupun itu hanya anjuran. Kalau kita tidak mampu dan kita sangat berat melakukannya, baru dilihat, ini sampai pada derajat wajib ataukah sunnah. 
Inilah manhaj yang benar dalam menyikapi perintah-perintah Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم. 

Jangan menjadi orang yang mencari celah (untuk) meninggalkan perintah Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم atau melakukan larangan Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم . 
Bagaimana cara mereka melakukannya?
Mereka selalu melihat perintah Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم apakah ini wajib ataukah sunnah. Kalau mereka tahu bahwa ini sunnah, akan mereka tinggalkan: “Ini kan hanya sunnah, saya kan berarti boleh meninggalkan”. Kalau ada larangan, mereka mencari-cari larangan ini makruh ataukah haram. Kemudian kalau tahu itu makruh, dia lakukan; ini kan hanya makruh saja, tidak sampai pada derajat haram. 

Jangan sampai menjadi orang-orang yang seperti ini. Orang seperti ini yang sangat merugi, karena akan banyak sekali pahala yang dia tinggalkan; akan banyak sekali kesempatan mendapatkan pahala yang akhirnya hilang dari dia. 

Sunnah itu ada pahalanya tidak?
Ada. 

Meninggalkan makruh ada pahalanya tidak?
Ada. 

Pahala-pahala tersebut akan hilang dari mereka. Makanya semangatlah dalam menjalankan perintah-perintah Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم walaupun tidak sampai pada derajat kewajiban. Dan semangatlah dalam meninggalkan larangan-larangan Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم walaupun tidak sampai pada derajat keharaman. 
Inilah semangat yang sesuai dengan keadaan sahabat Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم. 

Perintah-perintah apapun dari Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم kita berusaha untuk menjalankannya. Kalau sangat berat, baru dilihat mana yang wajib dan mana yang sunnah. 

Larangan-larangan apapun yang datang dari Rasulullah صلّى اللّه عليه وسلّم kita berusaha meninggalkannya. Kalau sangat berat, baru kita lihat apakah larangan tersebut sampai pada derajat haram ataukah makruh, baru demikian. 

Kalau keadaannya normal, maka kita lakukan semua perintah Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم dan kita tinggalkan semua larangan Nabi Muhammad صلّى اللّه عليه وسلّم. 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


Postingan populer dari blog ini

Al Fatihah 1

BIMBINGAN SINGKAT AMALAN HAJI

BEKAL ISLAM