Kondisi di dalam Shalat



               ╔══❖•ೋ°📖° ೋ•❖══╗
                                  
       Grup Islam Sunnah | GiS
           
               ╚══❖•ೋ°👥° ೋ•❖══╝

👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚 *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka Taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.*

Pembahasan Berdiri Dalam Sholat Wajib dan Sholat Sunnah


════════════════

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه

Kaum muslimin dan muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS atau Grup Islam Sunnah yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi sa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

Baiklah kita lanjutkan kajian kita.

Syaikh Albani rahimahullah mengatakan, “Al qiyam,”, berdiri. Dan berdiri ini merupakan rukun di dalam shalat. Apabila seseorang mampu untuk berdiri kemudian dia tidak melakukannya maka shalatnya batal, apabila shalat tersebut adalah shalat wajib. Adapun di dalam shalat sunnah maka dibolehkan duduk walaupun mampu untuk berdiri. Sehingga berdiri disini menjadi rukun shalat dalam shalat wajib saja. 

Adapun dalam shalat sunnah maka ini bukan termasuk rukun shalat.
Kenapa demikian? 

Dalilnya adalah karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu tidak pernah shalat wajib dalam keadaan duduk selama beliau mampu untuk berdiri. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan orang yang shalat untuk shalat dalam keadaan berdiri. Dan perintah pada asalnya menunjukkan suatu kewajiban. Sehingga apabila ditinggalkan maka orang yang meninggalkannya berarti melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan tuntunan. Sehingga shalatnya menjadi batal.

Makanya Syaikh Albani rahimahullah disini mengatakan:

وكان رسول الله ﷺ يقف فيها قائما في الفرض والتطوع

Dahulu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di dalam shalat, baik dalam shalat fardhu maupun dalam shalat sunnah.

ائتمارا بقوله تعالى : ( وَقُومُوا۟ لِلَّهِ قَـٰنِتِینَ)

Sebagai bentuk pelaksanaan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, "Berdirilah kalian untuk Allah di dalam shalat dengan khusyu’." (QS Albaqarah: 238)

Jadi disitu terjemahannya, "Dan laksanakanlah shalat," karena memang menukil penerjemahan dari Al Qur’an. 

Tapi ada makna yang tidak disebutkan di dalam terjemahan tersebut karena arti “wa quumu” artinya adalah “berdirilah” walaupun maknanya juga bisa “laksanakanlah”. Tapi ada makna “berdiri” yang tidak disebutkan dalam terjemahan tersebut. 

Kalau tidak disebutkan kata “berdiri” maka tidak bisa dijadikan sebagai dalil wajibnya berdiri. Padahal disini Syaikh Albani rahimahullah menginginkan makna berdiri sehingga harusnya diterjemahkan:

 ( وَقُومُوا۟ لِلَّهِ قَـٰنِتِینَ) [سورة البقرة : 238] 

Laksanakanlah shalat dengan cara berdiri) dengan cara berdiri dan dengan khusyu’.

Di sini Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kaum muslimin ketika shalat, mereka melakukannya dengan cara berdiri. Dan perintah menunjukkan kewajiban. Sehingga kalau ada orang mampu berdiri tapi dia duduk maka shalatnya tidak sah di dalam shalat wajib. Dan ini disebagian tempat ada yang melakukannya. 

Jadi, dia kalau berdiri agak berat tapi masih mampu berdiri. Sehingga dia shalat membukanya dengan cara berdiri kemudian setelah itu duduk, setelah itu duduk. Kemudian rukuk seperti rukuknya orang duduk. Kemudian sujud juga demikian.

Ini kalau dia masih mampu berdiri tapi melakukan seperti ini maka shalatnya tidak sah. 

Kenapa demikian? 

Karena berdiri menjadi rukun shalat wajib selama orang mampu.

Dia berjalan dari belakang menuju ke shaf kemudian meletakkan kursi di belakangnya. Ini menunjukkan bahwa dia mampu untuk berdiri. Sehingga tidak boleh dia takbir kemudian setelah itu duduk. Kalau itu dalam shalat wajib tidak boleh. Kecuali kalau dia berdiri dalam waktu yang lama benar-benar tidak mampu untuk berdiri maka ketika itu dia boleh duduk.

Tapi banyak yang bermudah-mudahan dalam hal ini. Dan kita sering melihat hal ini di masjidil haram dan di masjid nabawi. Saya sering melihat orang-orang yang demikian disana tapi disini masih jarang. Disini masih, masih jarang. Disana kan disediakan kursi-kursi untuk orang-orang yang tidak mampu berdiri sehingga banyak orang yang bermudah-mudahan. Melihat orang lain duduk di atas kursi ketika shalat fardhu dia ikut-ikutan. Padahal hal ini menjadikan shalatnya tidak sah.

Selama orang mampu untuk berdiri maka dia wajib berdiri di dalam shalat wajib.

وأما في السفر فكان يصلي على راحلته النافلة

Sedangkan di dalam keadaan safar, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat sunnah di atas tunggangan beliau."

Ini menunjukkan bahwa shalat sunnah tidak diwajibkan untuk berdiri walaupun orang bisa melakukannya dalam keadan berdiri.

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Ala. InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
 

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


🌏 https://grupislamsunnah.com/


👤 Oleh : Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚 Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.

Pembahasan Melaksanakan Sholat Dalam Keadaan Berdiri Dan Berjalan Ketika Suasana Mencekam




════════════════

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه

Kaum muslimin dan muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS atau Grup Islam Sunnah yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi sa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

Baiklah kita lanjutkan kajian kita.


Syaikh Al Albani Rahimahullah mengatakan,
وسن لأمته
(Wa sanna li ummatihi)

Beliau juga mensyariatkan (menganjurkan) bagi umat Beliau."

أن يصلوا في الخوف الشديد على أقدامهم أو ركبانا كما تقدم
(An yushalluu fii khaufin syadiidin ‘alaa aqdaamihim au rukbaanan kamaa taqaddam)

Agar umatnya shalat ketika keadaan mencekam dengan cara berjalan kaki atau berkendaraan.

Apabila seseorang di dalam keadaan perang dan di dalam keadaan perang tersebut menjadikan dia tidak mampu untuk shalat dalam keadaan berdiri, diam di suatu tempat. Dia harus sambil berjalan atau harus naik kendaraan, maka dia tidak mengapa shalat dalam keadaan demikian walaupun shalatnya shalat fardhu.

Karena apa? 

Karena keadaan yang sangat mencekam sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengugurkan kewajiban berdiri dalam keadaan diam untuk shalat wajibnya. 

Karena kaidah fiqih mengatakan: 

المشقة تجلب التيسير
(al masyaqqatu tajlibut taysiir)

Sesuatu yang berat bisa mendatangkan kemudahan.

فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا [سورة الشرح : 5]

Sesungguhnya pada setiap kesulitan akan ada kemudahan yang menyertainya,

[Qs. Al Insyirah : 5]

Ketika shalat dalam keadaan berdiri sulit dilakukan karena keadaan yang sangat mencekam, maka orang boleh shalat wajib dalam keadaan berkendaraan atau dalam keadaan berjalan. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam QS. Al Baqarah: 238-239:

حَٰفِظُواْ عَلَى ٱلصَّلَوَٰتِ وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلۡوُسۡطَىٰ وَقُومُواْ لِلَّهِ قَٰنِتِينَ

Peliharalah semua shalat dan shalat wustha dan laksanakanlah shalat karena Allah dengan berdiri khusyu’

Maksud shalat wustha disini adalah shalat ashar. 

Peliharalah semua shalat wajib dan shalat ashar. Kenapa shalat ashar disebutkan padahal sudah masuk dalam semua shalat, semua shalat yang wajib? 

Karena shalat ashar kedudukannya sangat tinggi. Shalat ashar lebih mulia daripada shalat-shalat yang lainnya walaupun semuanya mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. 

Kenapa demikian? 

Karena berat shalat ashar. Menjaga shalat ashar di waktunya itu berat karena biasanya orang sibuk dengan pekerjaannya. Makanya menjaganya dengan sempurna itu susah. 

Ketika susah maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakannya. Semakin susah suatu pekerjaan maka semakin besar pahalanya.

Diantara sebabnya juga karena waktu ashar ini adalah waktu yang lebih mulia daripada waktu yang lainnya. Semua agama memuliakan waktu ashar. Makanya orang-orang dahulu kalau disuruh untuk bersumpah di waktu ashar mereka sangat takut karena mereka sangat memuliakan waktu ashar. 

Makanya doa yang mustajab di hari Jumat itu doa yang dipanjatkan antara ashar dampai maghrib karena memang waktu ashar ini waktu yang sangat dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Shalat ashar juga mendapatkan kemuliaan ini karena dilakukan di waktu yang, yang sangat dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

فَإِنۡ خِفۡتُمۡ فَرِجَالًا أَوۡ رُكۡبَانٗاۖ 
 
Jika kalian takut ada bahaya, shalatlah sambil berjalan kaki atau berkendaraan

فَإِذَآ أَمِنتُمۡ فَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُم مَّا لَمۡ تَكُونُواْ تَعۡلَمُونَ [سورة البقرة : 239]

Kemudian apabila telah aman maka ingatlah Allah, shalatlah sebagaimana dia mengajarkan kepada kalian apa yang tidak kalian ketahui.

[Qs. Al Baqarah: 239]

Disini Allah Subhanahu wa Ta’ala pertama, memerintahkan kaum muslimin untuk shalat dalam keadaan berdiri, dan yang dimaksud disini adalah shalat wajib. Shalat wajib diwajibkan berdiri. Kemudian apabila keadaan mencekam, dibolehkan untuk shalat dalam keadaan berjalan atau berkendaraan. 

Apabila aman kembali maka shalat dengan cara yang semula, yaitu dengan berdiri lagi. Dan ini semuanya perintah dan perintah menunjukkan kewajiban.

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Ala. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  




🌏 https://grupislamsunnah.com

👤  Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى 

📚    *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.* 

Pembahasan Melaksanakan Sholat Wajib Dengan Duduk Disebabkan Sakit


═══════════

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه

Kaum muslimin dan muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS atau Grup Islam Sunnah yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi sa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

Baiklah kita lanjutkan kajian kita,


Syaikh Al Albani Rahimahullah mengatakan:

و صلى ﷺ في مرض موته جالسا
(Wa shallaa fi maradhi mautihi jaalisan)

Dan Beliau dahulu shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat saat Beliau sakit, yang menyebabkan wafatnya, sambil duduk.

Ini keadaan lain apabila seseorang tidak mampu untuk berdiri karena sakit maka dibolehkan bagi dia untuk shalat wajib dalam keadaan duduk sebagaimana dituntunkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Beliau sakit di akhir hayat beliau. Dengan sakit tersebut Beliau wafat, Beliau shalatnya dalam keadaan duduk.

Pernah suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mampu untuk shalat di masjid. Akhirnya shahabat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu maju ke depan untuk menjadi imam kaum muslimin. 

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa sehat ditengah-tengah shahabat Abu Bakar menjadi menjadi imam. Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin shalat bersama kaum muslimin. Rasulullah dibawa, dibawa oleh dua orang kiri kanannya untuk shalat didepan. Ketika itu shahabat Abu Bakar ingin, ingin ke belakang karena Rasulullah datang. Ini dalam keadaan shalat semua, ditengah-tengah shalat Rasulullah datang. Shahabat Abu Bakar ingin mundur tetap diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap di didepan. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di belakang shahabat Abu Bakar. Sehingga Rasullullah disini, beliau shalat di belakang Abu Bakar dan kaum muslimin shalat di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan Beliau shalatnya dalam keadaan duduk. 

Ini menunjukkan bolehnya orang yang tidak mampu untuk berdiri karena sakit shalat wajib dalam keadaan duduk. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu pernah melakukan demikian.

و صلاها كذلك مرة أخرى قبل هذه
(Wa shallaahaa kadzaalika marratan ukhraa qabla haadzihi)

Beliau juga pernah melakukan hal yang serupa pada kesempatan yang lain sebelum itu ketika beliau mengeluh sakit.

حين اشتكى
(hiinasytakaa)

وصلى الناس وراءه قياما فأشار إليهم أن اجلسوا فجلسوا
(Wa shallan naasu waraa`ahu qiyaaman fa asyara ilaihim anijlisuu fa jalasuu)

Pada kesempatan yang lain sebelum itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengeluh sakit sehingga beliau shalat dalam keadaan duduk. Sementara orang-orang, kaum muslimin para shahabat beliau, shalat di belakang beliau sambil berdiri. Lantas beliau mengisyaratkan kepada mereka agar duduk. Maka merekapun akhirnya shalat dalam keadaan duduk.

Jadi para shahabat kadang belum tahu hukum, belum tahu cara, cara shalat bersama orang yanh duduk ketika jadi imam. Jadi Beliau shalat dalam keadaan duduk ketika sakit. Para shahabat shalat dalam keadaan berdiri. Di tengah-tengah shalat itu Rasulullah mengisyaratkan kepada mereka untuk, untuk duduk. Memberikan isyarat untuk duduk akhirnya mereka di dalam shalat tersebut shalat dalam keadaan, mengubah keadaan mereka jadi duduk semua.

فلما انصرف قال
(Fa lammansharafa qaala)

Maka setelah shalat Beliau menyabdakan:

إن كدتم آنفا لتفعلون فعل فارس و روم
(Inkittum aanifan la taf’aluuna fi’la faaris wa ruum)

Tadi kalian hampir saja melakukan perbuatan seperti orang-orang persia dan romawi.

 يقومون على ملوكهم وهم قعود 
(Fa laa taf’aluu yaquumuna ‘alaa muluukihim wa hum qu’uudun fa laa taf’alu)

Mereka, orang-orang persia dan romawi, kebiasaan mereka adalah berdiri untuk menghormati raja-raja mereka sedangkan para raja itu tetap duduk.

Ini bentuk penghormatan orang-orang persia dan orang-orang romawi. Mereka berdiri di depan raja-raja mereka. Makanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak senang apabila Beliau datang kemudian para shahabatnya berdiri semuanya. Ini tidak disenangi oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam karena ini menyerupai kebiasaan kaum persia dan kaum romawi.

Kalau misalnya berdirinya untuk menyalami tamu maka tidak mengapa. Karena tidak etis kalau tamu menyalami orang yang duduk semuanya. Tapi orang yang ingin menyalami tamu yang menuju ke tamu tersebut. Berdirinya kalau untuk menyalami tamu ini tidak mengapa. Tapi berdirinya kalau untuk menghormati saja maka ini dimakruhkan. Ini makruh tidak disenangi. Karena itu menyerupai tindakan kaum persia dan kaum romawi dalam menghomati raja-raja mereka. 

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu juga membenci hal tersebut.

فلا تفعلوا
(Fa laa taf’aluu)

Janganlah kalian lakukan hal tersebut.

إنما جعل الإمام ليؤتم به
(Innama ju’ilal imaamu liyu`tamma bihi)

Sesungguhnya imam ditunjuk sebagai imam hanyalah untuk diikuti.

فإذا ركع فاركعوا
(Fa idzaa raka’a farka’uu)

Apabila imam rukuk maka rukuklah.

وإذا رفع فارفعوا

(Wa idzaa rafa’a farfa’uu)

Dan jika dia mengangkat kepalanya maka angkatlah kepala kalian

وإذا صلى جالسا فصلوا جلوسا أجمعون

(Wa idzaa shallaa jaalisan fa shalluu juluusan ajma’uun)_

Apabila imam shalat dalam keadaan berdiri, apabila imam shalat dalam keadaan duduk maka shalatlah kalian dalam keadaan duduk semuanya.

Ini menunjukkan bahwa apabila imam tidak mampu untuk berdiri maka imam shalat dalam keadan duduk dan makmumnya juga shalat dalam keadaan duduk. 

“Ustaz, makmumnya masih bisa berdiri semuanya.” 

Kita katakan, walaupun demikian, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallalallahu ‘alaihi wa sallam, ketika itu para shahabatnya diperintahkan untuk shalat dalam keadaan duduk, sehingga itu juga yang kita lakukan, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sallam. 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Ala. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


🌏 https://grupislamsunnah.com

👤  Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى 

📚    *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.* 

Pembahasan Imam Sholat Yang Sakit Sehingga Tidak Bisa Berdiri

═══════════

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه

Kaum muslimin dan muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS atau Grup Islam Sunnah yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi sa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

Baiklah kita lanjutkan kajian kita,

Kalau ada yang bertanya, “Ustadz, kalau ada orang yang tidak mampu berdiri dan dia memang biasanya menjadi imam, (lalu) ada orang lain yang mampu berdiri dan dia bisa menjadi imam, mana yang lebih afdhal?”

Yang lebih afdhal adalah orang yang bisa berdiri untuk menjadi imam. Makanya, kalau ada imam yang sakit misalnya, sehingga sakitnya menjadikan dia tidak bisa mengimami shalat dalam keadaan berdiri, maka sebaiknya meminta orang lain untuk mengantikannya.

Kenapa demikian? Karena ulama khilaf.
Ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama apabila shalat, apabila imam shalat dalam keadaan duduk, apakah makmumnya shalat dalam keadaan duduk ataukah berdiri? Ada khilaf.
Ada yang mengatakan tetap berdiri.
Ada yang mengatakan tetap duduk.

• Yang mengatakan tetap duduk berdalil dengan hadis yang tadi. Di awal islam, kalau tidak salah, ini kejadiannya ketika perang uhud. Setelah perang uhud Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena terluka, beliau tidak mampu untuk shalat berdiri, akhirnya beliau memerintahkan makmumnya dari para sahabat beliau untuk shalat dalam keadaan duduk.

• Imam Syafi’i rahimahullah berpendapat bahwa walaupun imam dalam keadaan duduk, makmumnya tetap diperintahkan untuk berdiri. 

Dalil Imam Syafi’i rahimahullah adalah kejadian di akhir hayat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kejadian yang tadi saya ceritakan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dalam keadaan kaum muslimin sudah mulai shalat wajib bersama sahabat Abu Bakar radhiyallahu 'anhu. Kemudian, Rasulullah masuk menjadi imam tapi di samping beliau ada sahabat Abu Bakar radhiyallahu 'anhu. Dan ketika itu kaum muslimin tetap shalat dalam keadaan berdiri, padahal mereka shalat di belakangnya sahabat, di belakangnya Rasulullah yang shalat dalam keadaan duduk. Sehingga Imam Syafi’i mengatakan ini yang paling akhir dan ini menggantikan perintah untuk shalat dalam keadaan duduk ketika imamnya duduk. 

Ada khilaf di antara ulama dalam masalah ini. Sehingga sebaiknya untuk keluar dari khilaf ini apabila imam tidak mampu untuk berdiri, maka memerintahkan orang lain yang masih mampu untuk berdiri untuk menjadi imam selama bacaannya bagus.

Kenapa demikian? Agar makmum tidak berbeda pendapat. Kalau nanti makmum menjadi berbeda maka shalatnya akan menjadi tidak enak dilihat.
Ada yang berdiri,
Ada yang duduk. 

Maka untuk menghindari keadaan seperti ini sebaiknya imam yang demikian memerintahkan orang lain untuk menggantikannya.

Kalau misalnya sakitnya masih dimungkinkan untuk sembuh, maka ketika sembuh dia mengimami lagi. Kalau tidak dimungkinkan untuk sembuh dan dia harus shalat dalam keadaan duduk terus, maka diganti dengan yang lain sehingga dia harus mengundurkan diri menjadi imam.

Inilah rahmat Islam.
Islam adalah agama yang penuh dengan rahmat. Ada keringanan-keringanan yang diberikan oleh Islam. Keringanan-keringanan tersebut diberikan oleh Islam karena memang kebutuhan yang sangat mendesak bagi sebagian orang karena sakitnya dia atau memang karena keadaan dia seperti itu. 

Ada orang yang lumpuh. Dari dilahirkan dia lumpuh. Tidak mampu, bahkan untuk berbaring saja tidak mampu. Untuk tidur miring saja tidak mampu. Maka kewajiban dia dengan melakukan shalat dalam keadaan tidur secara terlentang. Ini kewajiban dia. Dia tidak mampu lagi melakukan yang lain. Dan Islam memberikan keringanan tersebut.

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Ala. InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


🌏 https://grupislamsunnah.com

👤  Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى 

📚    *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.* 

Pembahasan Melaksanakan Sholat Sunnah Dengan Duduk Disebabkan Sakit


═══════════

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه

Kaum muslimin dan muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS atau Grup Islam Sunnah yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi sa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

Baiklah kita lanjutkan kajian kita,


Syaikh Al Albani Rahimahullah mengatakan:

وقال أيضا، سألته ﷺ عن صلاة الرجل وهو قاعد
(Wa qaala aidhan, saaltuhu shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘an shalaatir rajuli wa huwa qaaid.)

Sahabat Imran ibn Hushain juga mengatakan, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang shalatnya seseorang dalam keadaan duduk.”

فقال
(fa qaala,)

maka beliau menjawab

من صلى قائما فهو أفضل
(Man shallaa qaaiman fa huwa afdhal)

Barangsiapa yang shalat dalam keadaan berdiri maka itu lebih afdhal.

ومن صلى قاعدا فله نصف أجر القائم
(Wa man shallaa qaaidan fa lahu nisfu ajril qaaim)

Dan barangsiapa yang shalat dalam keadaan duduk maka baginya setengah pahala orang yang shalat dalam keadaan berdiri.

ومن صلى نائما وفي رواية مضطجعا فله نصف أجر القاعد
(Wa man shallaa naa’iman, wa fi riwayah, mudhthaji’an fa lahu nisfu ajril qaaid)

Barangsiapa yang shalat dalam keadaan tidur (dalam keaadaan, dalam posisi tidur) di dalam riwayat lain dalam keadaan berbaring (dalam posisi berbaring) maka dia mendapatkan separuh pahala shalatnya orang yang sambil duduk (shalatnya orang yang sambil duduk).

Jadi kalau dia shalatnya sambil berbaring, mendapatkan pahala seperempatnya orang yang shalat dalam keadaan berdiri. 
Ini yang dimaksud adalah shalat sunnah, shalat yang tidak wajib berdiri. 

Makanya ada pilihan-pilihan. Memang di dalam shalat sunnah kita dibolehkan memilih tapi ada konsekuensinya. Konsekuensinya pahalanya lebih, lebih sedikit.

والمراد به المريض
(Wal muraadu bihi al-mariidh)

Yang dimaksud disini adalah orang yang sakit.

فقال أنس رضي الله عنه : خرج رسول الله صلى الله عليه و سلم على ناس و هم يصلون قعودا من مرض فقال: إنا صلاة القاعد على النصف من صلاة القائم
(Fa qaala Anas radhiyallahu ‘anhu, “Kharaja Rasulullahi shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘ala naasin wa hum yushalluuna qu’uudan min maradh. "Fa qaala, ‘Inna shalaatal qaaid ‘alan nishfi min shalaatil qaaim".")

Anas radhiyallahu ‘anhu, berkata, "Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui sekelompok shahabatnya yang sedang shalat sambil duduk karena sakit. Dan Beliau mengatakan, "Pahala shalat orang yang duduk adalah separuh pahala shalat orang yang berdiri"."

وعاد رسول الله صلى الله عليه و سلم مريضا فرآه يصلي على وسادة فأخذها
(Wa ‘aada Rasulullahi shallallahu ‘alaihi wa sallam mariidhan fa raaahu yushallii ‘ala wisaadah fa akhadzaha)

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjenguk orang yang sakit dan melihatnya shalat di atas bantal.

فأخذها فرمى بها
(fa akhadzaha fa ramaa biha)

Maka Beliau mengambil bantal tersebut dan membuangnya.

فأخذ عودا ليصلي عليه, فأخذه فرمى به وقال : 
(fa akhadza ‘uudan liyushalliya ‘alaihi)

Maka Beliau mengambil, lantas orang tersebut mengambil ‘uud untuk shalat di atasnya.

Yang dimaksud dengan ‘uud adalah batang kayu. 

Sahabat tersebut mengambil batang kayu untuk shalat di atasnya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambilnya dan membuangnya. Dan Beliau mengatakan:

صلي عل الأرض إن استطعت
(shalli ‘alal ardhi inistatha’ta)

Shalatlah diatas tanah jika kamu mampu.

وإلا فأوم إيماءا
(wa illa, fa aumi iimaa`an)

Jika tidak maka berilah isyarat

واجعل سجودك أخفض من ركوعك
(waj’al sujuudaka akhfadz min rukuu’ik)

Dan jadikanlah gerakan sujudmu lebih rendah daripada gerakan rukukmu

Inilah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat ada sebagian shahabatnya yang shalat dalam keadaan tidur. 

Ketika shalat di atas bantal beliau ambil bantalnya. Kemudian orang tersebut mengganti bantalnya dengan batang kayu untuk duduk. Kemudian Beliaupun tidak mau demikian dan memerintahkan sahabatnya untuk shalat dengan apa adanya. Shalat di atas tanah, di atas lantai apabila mampu. 

Kalau tidak mampu, sudah, shalatlah dengan isyarat dan menjadikan sujud lebih rendah daripada gerakan rukuknya.

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Ala. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  






🌏 https://grupislamsunnah.com

👤  Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى 

📚    *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.* 

Pembahasan Shalat Di Atas Kapal

════════════════

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه

Kaum muslimin dan muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS atau Grup Islam Sunnah yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi sa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

Baiklah kita lanjutkan kajian kita,

Syaikh Al Albani Rahimahullah mengatakan:

 الصلاة في السفينة 
(Ash shalaatu fis safiinah)

Shalat di atas kapal.

وسئل صلى الله عليه وسلم عن الصلاة في السفينة فقال : صل فيها قائما إلا أن تخاف الغرق
(Wa su`ila shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘anis shalaati fis safiinah. Fa qaala, “Shalli fii haa qaaiman illa an takhaafal gharaq.")

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang shalat di atas kapal. Maka Beliau menjawab, “Shalatlah di atas kapal dengan keadaan berdiri kecuali engkau takut tenggelam.”

Kalau kapalnya tenang dan bisa shalat dalam keadaan berdiri maka wajib shalat dalam keadaan berdiri karena Rasulullah memerintahkannya. Kalau kapalnya terombang-ambing dan kita takut tenggelam karena kapal yang keadaannya demikian, maka kita shalat dalam keadaan duduk. 

Kalau duduk masih sulit karena sangat genting maka shalat dalam keadaan berbaring.
Duduk atau berdiri menjadi gugur karena keadaan. 

Diantara keadaan tersebut adalah keadaan shalat di atas kapal. Kalau kapal orang dulu ada banyak kemungkinan untuk bergoyang. Tapi kapal-kapal yang sekarang besar sehingga kemungkinan ini menjadi kecil. Kecuali kalau kapal kecil, kapal-kapal nelayan misalnya. Ini sulit untuk shalat dalam keadaan berdiri. Kecuali mungkin orang-orang yang sudah terbiasa untuk shalat di atas kapal yang kecil tersebut. 

Misalnya gini gimana ustadz?

Kita shalat berdiri di atas kapal kecil. Tiba-tiba ada ombak sehingga sulit untuk shalat dalam keadaan berdiri.
Maka kita sesuaikan dengan keadaan. Kalau misalnya ombaknya lama sampai kita duduk akhir shalat padahal asalnya sudah berdiri, maka itu yang kita lakukan. 

Tapi kalau misalnya ketika ada ombak kita duduk, maka ketika ombaknya sudah tenang maka kita berdiri lagi. Karena kita harus mengambil keringanan ketika ada kesulitan. Ketika kesulitannya hilang maka kita mengambil hukum yang semula. 

Makanya ada sebuah kaidah yang mengatakan: 

الضرورة تقدر بقدَرها أو بقدْرها
(Adh dharuuratu tuqaddar bi qadariha, au bi qadriha)

Bahwa keadaan darurat itu sesuai dengan kadarnya.

Kalau keadaan darurat datang maka itu mendatangkan kemudahan. Kalau keadaan daruratnya sudah hilang maka keringanan tersebut hilang bersama dengan hilangnya keadaan darurat. 

Orang yang makan bangkai karena kelaparan dan dia takut mati kalau tidak makan bangkai, maka dia makan secukupnya. Bukan makan sampai kenyang tapi makan secukupnya. Karena kalau sudah cukup keadaan daruratnya hilang sehingga hukumnya kembali ke asal, tidak boleh lagi. 

Begitu pula dengan masalah shalat yang seperti ini. Shalat di dalam perahu kecil. Itu kalau dia tenang dia wajib berdiri di sana. Kalau keadaannya menjadikan dia takut tenggelam apabila tetap shalat dengan berdiri maka dia duduk. Kalau duduk masih takut maka dia shalat dalam keadaan tidur.

Ustadz, bagaimana sebaiknya kalau diperkirakan (nanti) ombak akan tenang dan masih dalam waktu shalat, belum keluar waktunya? 

Kalau diperkirakan demikian maka sebaiknya ditunggu sampai dia bisa shalat dengan berdiri. 

Akan tetapi kalau diperkirakan sampai keluar waktu shalat dia tetap tidak bisa shalat sambil berdiri, maka shalat dengan keadaan duduk atau dengan keadaan berbaring.

الاعتماد على عمود و نحوه في الصلاة 
(Ali’timaad ‘alaa ‘amuudin wa nahwihi fis shalaat)

Bersandar dengan tiang atau yang semisalnya ketika shalat.

ولما أسن ﷺ وكبر إتخذ عمودا في مصلاه يعتمد عليه
(Wa lammaa asanna shallallahu ‘alaihi wa sallam wa kabura ittakhadza ‘amuudan fii mushallaahu ya’tamidu ‘alaihi)

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah berumur dan menua, Beliau menancapkan sebatang tiang di tempat shalat Beliau untuk bertumpu dengannya.

Ini sebaiknya dilakukan apabila orang sudah sulit untuk berdiri kecuali dengan memegang tiang untuk membantu dia berdiri. Dan ini tidak harus tiang. Bisa dengan tongkat maka ketika berdiri dia memakai tongkat tersebut. Dia juga bisa menggunakan mimbar sebagai tumpuan atau sebagai pegangan yang bisa membantu dia untuk berdiri maka itu sudah sudah cukup. 

Tapi maksudnya adalah bahwa seorang imam diusahakan untuk tetap berdiri selama dia mampu melakukannya. 

Lihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sampai Beliau mengusahakan untuk menancapkan sesuatu yang bisa menjadikan Beliau mudah untuk berdiri ketika Beliau sudah lanjut usia, sudah tua dan agak lemah. Beliau menancapkan sebatang kayu, sebatang tiang, di tempat shalat Beliau untuk bertumpu dengannya. Maksudnya agar beliau bisa, bisa shalat dalam keadaan berdiri.

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Ala. 

Insyaa Allah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


🌏 https://grupislamsunnah.com



👤  Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى 

📚    *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.* 

Pembahasan Berdiri dan Duduk Dalam Sholat Malam

════════════════

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله و صحبه و من تبع هداه

Kaum muslimin dan muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS atau Grup Islam Sunnah yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi sa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

Baiklah kita lanjutkan kajian kita.

Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan:

القيام والقعود في صلاة اليل
(Al qiyaamu wal qu’uudu fii shalatil lail)

Berdiri dan duduk di shalat malam.

وكان ﷺ يصلي ليلا طويلا قائما وليلا طويلا قاعدا
وكان إذا قرأ قائما ركع قائما
وإذا قرأ قاعدا ركع قاعدا
(Wa kaana shallallahu ‘alaihi wa sallam yushallii lailan thawiilan qaaiman. wa lailan thawiilan qaaidan. Wa kaana idzaa qaraa qaaiman raka’a qaaiman. Wa idzaa qaraa qaa’idan raka’a qaaidan.)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa shalat malam dalam waktu yang lama dengan cara berdiri. Beliau juga dahulu pernah shalat malam dalam waktu yang lama dengan cara duduk. Jika Beliau membaca surat dengan berdiri maka Beliau rukuk juga dengan berdiri dan jika membaca sambil duduk, membaca Al Qur’an sambil duduk ketika shalat, maka Beliaupun rukuk sambil duduk.

Ini contoh yang diberikan oleh Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan contoh ini menjelaskan tentang shalat sehingga kita harus meniru Beliau dalam keadaan seperti ini. Kalau kita berdirinya atau ketika membaca Al Qur’an, membaca Al Fatihah, membaca surat setelahnya, dalam keadaan berdiri maka kita rukuknya dalam keadan berdiri. Kalau membaca Al Qur’annya, baik Al Fatihah maupun surat yang dibaca setelahnya, dalam keadaan duduk maka kita rukuknya sebagaimana rukuknya orang yang duduk.

وكان يصلي جالسا فيقرأ وهو جالس
وإذا بقي من قراءته قدر ما يكون ثلاثين أو أربعين آية قام فقرأها هو قائم
ثم ركع ثم سجد
ثم يصنع في ركعة ثانية مثل ذلك
(Wa kaana yushallii jaalisan fa yaqra wa huwa jaalis. Wa idzaa baqiya min qiraaatihi qadru maa yakuunu tsalaatsiin au arba’iina aayat, qaama faqara`ahaa wa huwa qaaimun. Tsumma raka’a tsumma sajada. Tsumma yashna’u fii rak’atin tsaaniyatin mistla dzaalik.)

Dalam shalat sunnah, shalat malam, Beliau terkadang shalat sambil duduk. Lalu membaca ayat atau surat juga sambil duduk. Lalu apabila yang masih tersisa dari bacaan beliau sekadar 30 atau 40 ayat, Beliau bangun lalu meneruskan membacanya sambil berdiri. Kemudian rukuk dan sujud. Kemudian Beliau melakukan hal yang sama pada raka’at yang yang kedua.

Karena dulu memang shalatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu sangat lama sekali. Satu rakaat kadang membaca Al Baqarah, satu rakaat. Al Baqarah berapa halaman?
48 halaman, dua juz, hampir dua juz setengah, dalam satu rakaat. Ini lama. Kadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan cara yang kedua ini. Jadi di awal shalatnya Beliau duduk. Kemudian membaca Al Fatihah. Kemudian membaca surat dalam waktu yang lama. Kemudian ketika hampir selesai kurang 30 atau 40 ayat Beliau berdiri. Beliau berdiri sampai menyelesaikan apa yang ingin Beliau selesaikan dari suratnya. Kemudian setelah itu rukuk dalam keadaan berdiri. Demikian dilakukan oleh Beliau pada rakaat kedua. Juga demikian pada rakaat-rakaat setelahnya. Dan ini dibolehkan.

و÷نما صلى سنة قاعدا في آخر حياته لما أسن
وذلك قبل وفاته بعام
(Wa innamaa shallaa sunnatan qaaidan fii aakhiri hayaatihi lammaa asanna, wa dzaalika qabla wafaatihi bi ‘aamin.)

Hanya saja Beliau shalat sunnah sambil duduk tersebut di akhir hayat Beliau, ketika sudah mulai menua. Dan itu setahun sebelum wafatnya beliau.

Setahun sebelum wafatnya Beliau melakukan hal itu karena memang keadaan Beliau yang sudah lemah.

وكان يجلس متربعا
(Wa kaana yajlisu mutarabbi’an.)

Dan Beliau dulu duduknya dalam keadaan bersila.

Ketika orang tidak mampu untuk berdiri maka dia duduk dalam keadaan bersila. Kalau duduk dalam keadaan bersila susah maka duduk sesuai dengan kemampuannya. Kalau misalnya dia bisa duduk dalam keadaan setengah bersila maka itu yang dia lakukan. 

Bagaimana setengah bersila ini? 

Setengah bersila maksudnya yang satunya ditekuk, kaki yang lainnya tidak mampu untuk ditekuk. Misalnya di arahkan kedepan. Ada orang-orang yang demikian. Dia tidak mampu untuk menekuk kaki yang satu. Kalau dua dua kakinya tidak bisa ditekuk semuanya maka, sudah, semampunya dia. Semampunya dia melakukannya.

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Ala. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  

Postingan populer dari blog ini

Al Fatihah 1

BIMBINGAN SINGKAT AMALAN HAJI

BEKAL ISLAM