KITAB SIFAT SHALAT NABI Al Fatihah Bagian 2

╔══❖•ೋ°📖° ೋ•❖══╗
                                  
       Grup Islam Sunnah | GiS
           
╚══❖•ೋ°👥° ೋ•❖══╝

🌏 https://grupislamsunnah.com/

👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚 Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.

Pembahasan Membaca Al Fatihah ~ Dihapuskannya Kewajiban Membaca al-Faatihah di belakang Imam pada Sholat Jahriyyah


══════════════════    

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya). 


Kita sampai pada pembahasan “Dihapuskannya Kewajiban Membaca Al-Fatihah di belakang Imam pada Shalat Jahriyyah”. 

Ini juga permasalahan yang diperselisihkan oleh para ulama. 

Apakah makmum ketika berada di belakang imam yang membaca Al-Fatihah dengan suara yang keras, makmum masih wajib membaca Al-Fatihah?
Ataukah wajibnya makmum adalah mendengarkan bacaan Al-Fatihah imam dan juga bacaan surat yang dibaca oleh imam setelahnya, sehingga dia tidak wajib membaca Al-Fatihah? 

Ini ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama. 

1) Ada yang mengatakan bahwa wajib bagi makmum untuk membaca Al-Fatihah walaupun makmum tersebut shalat di belakang imam yang mengeraskan bacaan Al-Fatihahnya, dan kalau tidak membaca maka shalatnya batal. Kalau tidak membaca secara sengaja shalatnya batal karena Al-Fatihah adalah rukun shalat. Sebagaimana ketika kita tidak sujud, maka shalat kita akan batal karena sujud adalah rukun shalat. Kalau kita tidak rukuk, shalat kita batal, karena rukuk adalah rukun shalat. Begitu pula ketika kita tidak membaca Al-Fatihah, walaupun sedang berada di belakang imam. 

Dalil mereka adalah sabda Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam: 

<< لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ >> 

“Tidak ada shalat (maksudnya tidak sah shalat seseorang) apabila dia tidak membaca Al-Fatihah” 

Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah. Ini pendapat yang pertama. 

2) Pendapat yang kedua adalah pendapat yang mengatakan bahwa apabila imam memberikan kesempatan untuk membaca Al-Fatihah, maka wajib membaca Al-Fatihah. Apabila imam tidak memberikan kesempatan, maka gugur kewajiban itu. 

Kapan ustadz imam memberikan kesempatan? 

Setelah membaca Al-Fatihah, ada imam-imam yang berhenti, diam agak lama untuk memberikan kesempatan kepada makmum dalam membaca Al-Fatihah. Kalau imamnya melakukan ini maka makmum wajib membaca Al-Fatihah. Mereka memakai dalil yang tadi, bahwa shalat tidak sah kecuali dengan bacaan Al-Fatihah. Dan ini umum, tidak ada batasan apakah makmum apakah imam, tidak dibatasi oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga hukumnya umum, baik untuk imam maupun untuk makmum. 

Kemudian mereka mengatakan, kenapa khusus ketika imam memberikan kesempatan untuk membaca? Karena di dalam Al-Qur'an disebutkan: 

{ وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْءَانُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ } 

“Apabila Al-Quran dibacakan maka dengarkanlah”
{ وَأَنْصِتُوا }
“Dan diamlah” 

Di dalam hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam disebutkan: 

<< وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا >> 

“Apabila imam membaca maka diamlah” 

Sehingga apabila imam memberikan kesempatan untuk membaca, maka wajib membaca Al-Fatihah berdasarkan hadits tadi:
<< لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ >> 

Tapi kalau imam tidak memberikan kesempatan, maka tidak wajib membaca karena ayat tadi dan hadits tadi 
  << وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا >>
hadits tentang [ الْمُسِيئُ صَلَاتَهُ ], 
"apabila imam membaca maka diamlah". 
Ini pendapat yang kedua. 

3) Pendapat yang ketiga mengatakan bahwa apabila imam membaca dengan keras Al-Fatihah-nya, maka makmum tidak wajib membaca Al-Fatihah, bahkan diperintahkan/diwajibkan untuk mendengarkan bacaan imam. 

Dalilnya apa ustadz? 

Dalilnya adalah ayat Al-Quran dan hadits tadi.
{ وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْءَانُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا } 

“Apabila Al-Quran dibacakan maka dengarkanlah”
{ وَأَنْصِتُوا }
“Dan diamlah” 

Dan ayat ini sebab turunnya adalah tentang bacaan Al-Qur'an di dalam shalat. Dan ketika Allah سبحان وتعالى mengatakan:
{ وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْءَانُ }
“Apabila al-Quran dibacakan”, kata-katanya “Al-Quran” sehingga mencakup semua surat dalam Al-Quran baik surat Al-Fatihah ataupun surat yang setelahnya. Sehingga walaupun imam sudah selesai membaca Al-Fatihah dan imam membaca surat yang lainnya, maka kita tetap harus diam dan mendengarkan bacaan imam. Begitu pula hadits Nabi yang tadi:
<< وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا >>
“Apabila imam membaca maka diamlah”. 

Di sini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyebutkan objek bacaannya, “Apabila imam membaca”. 

Membaca apa? Tidak disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Menunjukkan bahwa ini makna umum. Membaca apapun maksudnya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyebutkan objek bacaannya. Sehingga baik bacaan tersebut adalah bacaan Al-Fatihah maupun bacaan surat setelah Al-Fatihah, maka dia harus diam. 

Ustadz, bagaimana kalau imam memberikan kesempatan?
Kenapa kita tidak wajib membaca Al-Fatihah? 

Dijawab oleh mereka, bahwa riwayat yang menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu berdiam setelah selesai membaca Al-Fatihah dan berdiam setelah selesai membaca surat, riwayatnya lemah. Riwayatnya lemah, sehingga tindakan imam memberikan kesempatan kepada makmum untuk membaca Al-Fatihah ini tidak sesuai dengan sunnah Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga imam ketika shalat itu sunnahnya diamnya hanya 2 tempat saja atau 2 waktu saja, bukan 3 tapi 2 waktu. 

Yang pertama adalah sebelum membaca Al-Fatihah. Dan ini disebutkan dalam sebuah hadits ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam: “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, apa yang engkau baca dalam diam-mu sebelum Al-Fatihah yang sebentar itu?”. Berarti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum membaca Al-Fatihah beliau diam sebentar. Ini diam yang pertama. 

Kemudian diam yang kedua adalah setelah membaca surat, sebelum rukuk. Dan ini jarang dilakukan oleh para imam, padahal ini sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang kuat, sanadnya kuat, sanadnya bisa dijadikan sebagai hujjah.
Setelah membaca surat, selesai membaca surat dan akan rukuk, seorang imam atau seorang yang shalat sendirian, disunnahkan untuk berdiam sementara, kemudian setelah itu baru rukuk. Kebanyakan imam, saya melihat tidak menjalankan sunnah ini. Walaupun tidak wajib, tapi kalau dilakukan mendapatkan pahala. 

Diam yang ketiga, yang tadi, antara bacaan Al-Fatihah dan surat setelahnya. Ini riwayatnya lemah, sehingga itu berarti bahwa dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah memberikan kesempatan untuk membaca Al-Fatihah bagi makmumnya. Sehingga ini menunjukkan bahwa membaca Al-Fatihah di belakang imam bagi seorang makmum yang imamnya mengeraskan bacaannya, tidak wajib. Bahkan seorang makmum harusnya mendengarkan bacaan imamnya. 

Inilah tiga pendapat yang ada dalam masalah ini. Dari tiga pendapat ini yang paling kuat adalah pendapat yang ketiga. 

Kenapa demikian? 

Karena, ayat tadi mengatakan: 

{ وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْءَانُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا }  

“Apabila Al-Qur'an dibacakan maka dengarkanlah (dengarkanlah al-Qur'an itu) dan diamlah kalian” 

Ini sebagai dalil yang mengkhususkan sabda Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, 

<< لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ >> 

“Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca Al-Fatihah” 

Ayat tersebut mengkhususkan hadits ini. Walaupun makna hadits ini umum “Tidak sah shalat siapapun yang tidak membaca Al-Fatihah”, tapi kita khususkan dengan ayat tadi. 

Berarti makna hadits tersebut adalah bagi orang yang menjadi imam; dan yang kedua bagi orang yang shalat sendiri. Adapun makmum, maka dikhususkan oleh ayat tadi:
{ وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْءَانُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا } 

Ini bagi seorang makmum yang imamnya mengeraskan bacaan Al-Fatihah-nya; atau dikhususkan dengan hadits yang tadi:
<< وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا >>
"Apabila imam membaca (bacaan apapun) maka diamlah" 

Yang kedua, syariat Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memberikan kesempatan kepada seorang makmum untuk membaca Al-Fatihah. 

Ketika tidak ada kesempatan, bagaimana dikatakan itu wajib? Tidak ada kesempatan untuk membaca Al-Fatihah. Imam disunnahkan untuk membaca Al-Fatihah, kemudian setelah itu segera membaca surat-surat setelahnya. Rasulullah dahulu mencontohkannya demikian. 

Kemudian setelah itu diam sebentar, langsung rukuk. Tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa seorang makmum diberikan kesempatan untuk membaca Al-Fatihah. Ini menunjukkan bahwa membaca Al-Fatihah bagi seorang makmum tidak wajib. 

Kemudian yang ketiga, imam tidaklah membaca Al-Fatihah dengan keras kecuali agar makmum mendengarkannya, kecuali agar didengarkan oleh makmum dan setelah itu makmum sudah membaca: [ آمِين ].  

Kita semuanya ketika menjadi makmum, kita membaca/mengaminkan Al-Fatihah-nya imam; maka seakan-akan kita sudah membaca Al-Fatihah karena [ آمِين ] maksudnya adalah: [ اللَّهُمَّ اسْتَجِبْ لِي ] (Yaa Allah, ijabahilah permintaanku) dan inti dari Al-Fatihah adalah meminta apa? Hidayah. 

{ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ. صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيهِمْ وَلَا الضَّآلِّينَ } 

“Tunjukilah kami jalan yang lurus yaitu jalannya orang-orang yang Engkau berikan kenikmatan (kaum mukminin), bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai (orang-orang Yahudi) ataupun orang-orang yang sesat (yaitu kaum Nasrani)”. 

Sebelum {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِي } adalah muqoddimah untuk berdoa. Ada pujian, ada sanjungan untuk Allah سبحان وتعالى kemudian berdoa. Kemudian makmum mengatakan: [ آمِين ] seakan-akan makmum sudah membaca doa tersebut. Maka bacaan imam sudah cukup bagi seorang makmum, apabila demikian. Ini, dalil yang menguatkan bahwa seorang makmum ketika imamnya menjaharkan atau mengeraskan bacaannya, maka seorang makmum wajibnya adalah mendengarkan. 

______ 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga  menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


╔══❖•ೋ°📖° ೋ•❖══╗
                                  
       Grup Islam Sunnah | GiS
           
╚══❖•ೋ°👥° ೋ•❖══╝

🌏 https://grupislamsunnah.com/

👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚 Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.

Pembahasan Membaca Al Fatihah ~ Dihapuskannya Kewajiban Membaca al-Faatihah di belakang Imam pada Sholat Jahriyyah Bag 02



══════════════════   

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shalallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya). 


Syaikh Al-Albani rahimahullah mengatakan di dalam kitab ini (Kitab Sifat Shalat Nabi) di terjemahannya: “Dihapuskannya atau mansukh-nya kewajiban membaca Al-Fatihah di belakang Imam pada shalat jahriyyah”. Ini pendapat dari Syaikh Al-Albani. Beliau mengatakan bahwa, dahulu di awal-awal, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada makmumnya untuk membaca Al-Fatihah. Kemudian setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang membaca Al-Fatihah. Ini penjelasan dari Syaikh Al-Albani rahimahullah. 

Semula Beliau membolehkan para makmum untuk membaca Al-Fatihah di belakang imam pada saat shalat jahriyyah, dimana pada waktu shalat Subuh Beliau membaca Al-Fatihah lantas merasa berat melafalkan dan mengeraskan bacaan Beliau. Ketika shalat usai, beliau bersabda: 

<< لَعَلَّكُمْ تَقْرَؤُونَ خَلْفَ إِمَامِكُمْ، قُلْنَا: نَعَمْ هَذّاً يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: لَا تَفْعَلُوا إِلَّا أَنْ يَقْرَأَ أَحَدُكُمْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَإِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا >> 

“Sepertinya kalian membaca surat di belakang imam kalian. Kami menjawab: Benar, dengan bacaan yang cepat, wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda: Jangan kalian lakukan ini, jangan kalian lakukan itu kecuali salah seorang di antara kalian membaca surat Al-Fatihah (kecuali dalam bacaan Al-Fatihah saja) sebab tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah ini” 

Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mereka membaca bacaan apapun pada shalat jahriyyah dimana ketika selesai melaksanakan shalat yang di situ Beliau membaca dengan bacaan yang keras; dalam sebuah riwayat itu adalah shalat Subuh, Beliau bersabda: 

<< هَلْ قَرَأَ مَعِي مِنْكُمْ أَحَدٌ آنِفاً؟، فَقَالَ رَجُلٌ: نَعَمْ، أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَقَالَ: إِنِّي أَقُولُ مَالِي أُنَازَعُ >> 

“Apakah tadi ada yang ikut membaca bersamaku? Seorang laki-laki berkata: Ya, akulah orangnya, wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau bersabda: Aku mengatakan kenapa aku diganggu oleh bacaan lain?" 

Lantas orang-orang pun berhenti membaca bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pada shalat yang di situ Beliau membaca dengan keras. Hal itu mereka lakukan ketika mereka mendengar ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan selanjutnya mereka pun membaca dalam diri, maksudnya membaca untuk dirinya sendiri. Kalau membaca dalam hati, ini tidak membaca namanya. Membaca dengan sendiri: membaca untuk dirinya sendiri, maksudnya adalah demikian. 

<< وَقَرَءُوا فِي أَنْفُسِهِمْ سِرًّا >> 

Makanya ada kata-kata [ سِرًّا ]. Kalau membaca dalam hati dengan سِرٌّ, ini bertentangan. Bagaimana membaca dalam hati dengan pelan? Ini bukan membaca dalam hati, (tapi) membaca untuk dirinya sendiri dengan cara pelan, pada saat, pada shalat yang imam tidak membaca dengan keras. 

Membaca dalam hati ini bisa membatalkan shalat, karena tidak dianggap sebagai membaca. 
Kalau ada orang shalat, sendiri dia, kemudian dia membaca Al-Fatihah dalam hati, shalatnya batal, tidak sah, karena membaca dalam hati ini tidak dianggap sebagai bacaan, itu bukan bacaan. 

Bacaan itu adalah dengan menggerakkan lisan dan mengeluarkan suara walaupun suaranya kecil. Dan di dalam shalat terutama shalat-shalat yang sirriyyah (yang bacaannya dipelankan) kita harus mewujudkan bacaan ini. Jadi lisan kita harus bergerak. Begitu pula ada suara, tapi jangan keras-keras. Cukup suara tersebut adalah suara yang bisa kita dengar ketika kita sedang shalat sendiri dan suasananya suasana yang hening. Itu sudah dianggap sebagai bacaan dan itulah yang harusnya kita lakukan. 

Jangan membaca dengan hati karena dalih “Saya tidak boleh mengganggu orang lain” dan jangan juga sebaliknya, membaca dengan keras, “Saya takut bacaan saya tidak sah”; karena kalau bacaannya terlalu keras akan mengganggu banyak orang. 

Pernah ada pertanyaan, “Ustadz, ada orang, dia kalau shalat bacaannya didengar oleh 5 orang setelahnya ustadz”, jadi yang di sampingnya, di sampingnya lagi, di sampingnya lagi, 5 orang setelah dia masih mendengar bacaan dia, seakan-akan dia seorang imam. Tidak boleh terlalu keras, tapi jangan dibaca di hati, karena yang diwajibkan dalam shalat kita adalah "membaca", bukan membaca dalam hati, tapi membaca dengan lisan. 

Thoyyib. 

وَقَرَءُوا سِرًّا.
Mereka pun membaca untuk diri mereka dengan cara pelan pada shalat yang imamnya tidak membaca dengan keras. 

Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan diam untuk menyimak bacaan imam sebagai bentuk kesempurnaan bermakmum. Beliau bersabda:
<< إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ >> 

“Imam, dijadikan sebagai imam adalah untuk diikuti”. 

<< وَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا >> 

“Apabila imam bertakbir maka ikutilah takbirnya dengan takbir kalian. Apabila imam membaca maka diamlah”. 

Ini kesempurnaan bermakmumnya seseorang sebagaimana Beliau juga menjadikan mendengarkan bacaan imam cukup bagi makmum sehingga tidak perlu membaca Al-Fatihah dan surat lain di belakangnya. 
Beliau bersabda: 

<< مَنْ كَانَ لَهُ إِمَامٌ فَقِرَاءَةُ الْإِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ >> 

“Barangsiapa yang shalat mengikuti imam maka bacaan imam adalah bacaannya juga”. 

Ketika imam membaca Al-Fatihah, itu seakan-akan makmum membaca Al-Fatihah. Ketika imam membaca surat, seakan-akan makmum juga membaca surat. Makmum sudah mendengarkan, itu sudah cukup, walaupun hadits ini diperselisihkan oleh para ulama tentang kuatnya hadits ini, tentang sanadnya. Syaikh Al-Albani menghasankan hadits ini. 

Kalau kita melihat perkataan imam-imam yang lain, mereka banyak yang melemahkan hadits ini. Tapi dari sisi makna, hadits ini shohih. Apalagi seorang makmum sudah mengaminkan bacaan Al-Fatihah-nya imam, sehingga seakan-akan makmum sudah membaca Al-Fatihah. 

Pendapat Syaikh Al-Albani yang mengatakan bahwa wajibnya membaca Al-Fatihah di belakang imam ini "mansuukh". Ini sebenarnya pendapat yang kurang kuat. Mansuukh-nya, yang tidak kuat mansuukh-nya, bukan tidak wajibnya seorang makmum membaca di belakang imam. Kalau tidak wajibnya seorang makmum membaca di belakang imam, ini pendapat yang paling kuat. Tapi dikatakan bahwa: asalnya wajib kemudian diganti, maka ini yang tidak kuat. 

Kenapa demikian?
Karena ketika kita mengatakan bahwa hadits ini mansuukh (dihapus), ini membutuhkan dalil. Dakwaan atau pernyataan atau kesimpulan bahwa hadits ini sudah di-nasakh, ini harus ada penjelasannya. Mana yang me-nasakh-nya; kenapa itu dikatakan "yang menghapus"; yang ini yang dihapus, ini membutuhkan dalil. Dan di sini tidak ada penjelasan tentang itu sama sekali. Dan Syaikh Al-Albani rahimahullah, beliau mengakui hal ini. 

Di dalam kitab asalnya: 
[أَصْلُ صِفَةِ صَلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ] 
beliau mengatakan, “Memang saya tidak menemukan ada penjelasan bahwa hadits yang tidak mewajibkan untuk membaca Al-Fatihah atau hadits larangan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca Al-Fatihah bagi makmum", ini yang akhir. Kemudian yang memerintahkan membaca Al-Fatihah di belakang makmum itu yang awal; tidak ada penjelasan masalah ini. 

Kemudian beliau mengatakan, “Tetapi secara logika itu masuk, secara logika kesimpulan saya ini masuk. Kenapa? Karena tidak mungkin sebaliknya. Tidak mungkin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mereka membaca Al-Fatihah, kemudian setelah itu para sahabat membacanya. Yang mungkin adalah sebaliknya”. 

Inilah satu-satunya kemungkinan, beliau mengatakan demikian. Kemungkinan satu-satunya adalah asalnya para sahabat membaca, kemudian Rasulullah hanya membatasi Al-Fatihah saja, kemudian setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang semuanya. Ini kemungkinan yang paling masuk akal, sehingga beliau berkesimpulan bahwa hadits yang melarang makmum membaca Al-Fatihah di belakang imam, ini me-nasakh (menghapus) hadits yang sebelumnya, bahwa makmum membaca Al-Fatihah kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mereka kecuali bacaan Al-Fatihah. 

Namun saya katakan, tetap pendapat yang mengatakan "ini nasakh", "ini mansuukh", ini tidak bisa dengan logika, tidak bisa kita ambil dari logika, tapi harus kita dapatkan penjelasan tersebut dari para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengatakan bahwa ini mansuukh, atau ijma’ para ulama (kesepakatan para ulama) bahwa hadits ini mansuukh. 

Kalau tidak ada dua ini maka tidak bisa kita memakai logika kita. Kalau kita memakai logika, ini mansuukh, maka ini sangat membahayakan. Logika siapa yang kita jadikan sebagai sandaran. Kalau ada orang yang mengatakan: “Logika saya”, yang sebaliknya yang lebih masuk akal, bisa jadi seperti itu. 

Maka yang lebih kuat dalam masalah ini adalah kita melemahkan hadits (yang kata Syaikh Al-Albani di-mansuukh/dihapus). Itu haditsnya ada عِلَّةٌ nya. Hadits tersebut telah dilemahkan oleh Imam Ahmad rahimahullah dan yang lainnya. Hadits tersebut juga dilemahkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Hadits tersebut dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ada banyak عِلَّةٌ nya (hadits yang ada makmum, sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca Al-Fatihah dan membaca surat-surat yang lainnya. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan kepada mereka: “Kayaknya kalian tadi ada yang membaca surat sehingga aku terganggu bacaanku”. Kemudian Rasulullah mengatakan: “Jangan kalian lakukan lagi kecuali Al-Fatihah saja". 

Hadits ini hadits yang lemah, banyak عِلَّةٌ nya sebagaimana disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. 
Di antara عِلَّةٌ nya adalah Maqhuul yang merupakan perawi hadits tersebut, menyelisihi Ibnu Syihab dalam meriwayatkan hadits tersebut, menyelisihi Ibnu Syihab dalam riwayatnya. Ini عِلَّةٌ, ini cacat yang ada di hadits itu yang bisa melemahkan hadits tersebut. 

Kalau hadits tersebut sudah lemah, maka tidak perlu kita mengatakan hadits tersebut di-nasakh, karena memang seakan-akan hadits tersebut tidak ada. 
Untuk mengatakan bahwa hadits tersebut mansuukh, ini membutuhkan dalil, ini membutuhkan penjelasan dari sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam atau dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam atau ijma’ para ulama. 

Kalau tidak ada ini, kita tidak bisa mengatakan dengan logika kita. Ini penjelasan dari sisi Ushul Fiqh bahwa kita tidak bisa mengatakan ini nasakh dengan akal kita, dengan logika kita, tapi itu harus melalui penjelasan baik dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri, atau dari perawi hadits itu sendiri, dari sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang meriwayatkan hadits itu, atau dari ijma’ para ulama. 

______ 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga  menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  

╔══❖•ೋ°📖° ೋ•❖══╗
                                  
       Grup Islam Sunnah | GiS
           
╚══❖•ೋ°👥° ೋ•❖══╝ 


👤  Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى 

📚    *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.* 

Pembahasan Membaca Al-Fatihah ~ Kewajiban Membaca Al-Fatihah di belakang Imam pada Sholat Sirriyyah 


══════════════════ 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya). 


Kita sudah membahas tentang membaca Al-Fatihah bagi seorang makmum di shalat jahriyyah, shalat yang imam mengeraskan bacaan Al-Qur’annya di rakaat pertama dan rakaat kedua, bahwa pendapat yang kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa seorang makmum apabila imamnya mengeraskan bacaan Al-Fatihahnya, maka seorang makmum diperintahkan untuk mendengarkan dan diam. Seorang makmum diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk mendengarkan bacaan Al-Fatihahnya imam dan diam. 
Sebagaimana Allah firmankan di dalam surat Al-A'raf (ayat 204) 

{ وَإِذَا قُرِئَ ٱلْقُرْءَانُ فَٱسْتَمِعُوا۟ لَهُۥ وَأَنصِتُوا۟ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ } 

"Apabila Al-Qur’an dibaca maka dengarkanlah dan diamlah - لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ - agar kalian mendapatkan rahmat" 

Dan jelas ketika shalat yang imamnya mengeraskan bacaan, jelas masuk dalam ayat ini: "Apabila Al-Qur’an dibacakan" dan imam ketika mengeraskan bacaannya masuk dalam ayat ini. 
{ فَٱسْتَمِعُوا۟ لَهُۥ } 
"Maka dengarkanlah bacaannya" 

Sehingga yang harusnya dilakukan oleh seorang makmum ketika imam membaca Al-Fatihah adalah mendengarkannya. Begitu pula ketika membaca surat setelahnya, karena surat setelahnya juga Al-Qur’an dan masuk dalam ayat ini: 
{ وَإِذَا قُرِئَ ٱلْقُرْءَانُ فَٱسْتَمِعُوا۟ لَهُۥ } 

"Apabila Al-Qur’an dibacakan untuk kalian, maka dengarkanlah" 

{ وَأَنصِتُوا۟ }
"dan diamlah" 

Tidak usah membaca Al-Fatihah karena Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkannya demikian. 

Pada kajian kita kali ini akan membahas masih mengenai bacaan Al-Fatihah bagi seorang makmum. 

Syaikh Albani rahimahullah, beliau mengatakan: 
وجوب القراءة في السرية 

"Wajibnya membaca Al-Fatihah bagi seorang makmum ketika shalatnya adalah shalat sirr" 
-> shalat sirriyyah, shalat yang bacaan Al-Qur’annya dipelankan. 

Dipelankan semuanya seperti shalat Dzuhur, shalat Ashar. Maka makmum wajib membaca Al-Fatihah, karena imam tidak membaca Al-Qur’an dengan suara yang keras, sehingga kewajiban untuk mendengarkan dan diam tidak ada. Tidak masuk dalam ayat tadi: 

{ وَإِذَا قُرِئَ ٱلْقُرْءَانُ فَٱسْتَمِعُوا۟ لَهُۥ وَأَنصِتُوا۟ } 

"Apabila dibacakan Al-Qur’an maka dengarkanlah dan diamlah" 

Dan di sini ketika shalat sirriyyah, imam tidak membacakan Al-Qur’an untuk makmumnya. Imam membaca Al-Qur’an untuk dirinya sendiri, makanya dipelankan. Maka seorang makmum ketika itu wajib membaca Al-Fatihah. 

Di sinilah tempatnya hadits Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam: 

<< لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْبِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ >> 

"Tidak sah shalat orang yang tidak membaca Al-Fatihah" 

Tidak sah shalatnya orang yang tidak membaca Al-Fatihah. 
Syaikh Albani رحمه الله mengatakan: 

و أما في السرية فقد أقرهم على القراءة فيها 

"Adapun di dalam shalat-shalat yang sirriyyah (yang imam memelankan bacaannya), maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam benar-benar telah merestui para sahabat untuk membaca Al-Fatihah di dalamnya." 

Tentunya tidak hanya Al-Fatihah, tapi yang menjadi rukun adalah Al-Fatihah. 

<< فقال جابر : >>
dan Jabir mengatakan: 

<< كنا نقرأ في الظهر و العصر خلف الإمام في الركعتين الأوليين بفاتحة الكتاب و سورة >> 

"Dahulu kami membaca Al-Fatihah dan surat setelahnya di shalat Dzuhur dan shalat Ashar di belakang imam di dua rakaat pertama" 

Jadi para sahabat di zaman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam ketika shalat Dzuhur dan shalat Ashar, yang mereka baca di rakaat pertama dan rakaat kedua, apa? Al-Fatihah, dengan surat setelahnya. 

<< وفي الأخريين بفاتحة الكتاب >> 

"Dan mereka membaca Al-Fatihah saja di dua rakaat terakhirnya" 

Ini menunjukkan bahwa bagi seorang makmum, ketika shalatnya adalah shalat sirriyyah (shalat Dzuhur dan shalat Ashar) maka di dua rakaat pertama seorang makmum membacanya Al-Fatihah dan surat setelahnya. Adapun di dua rakaat yang terakhir, maka dia membaca Al-Fatihah saja. 

و إنما أنكر التشويش عليه بها 

"Hanya saja, Beliau pernah mengingkari para sahabat disebabkan gangguan (atau disebabkan karena mereka mengganggu bacaan Beliau)" 

Hanya saja, para sahabat pernah diingkari oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam karena mereka mengganggu bacaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah terganggu oleh bacaan salah seorang sahabat ketika shalat sirriyyah. 

Jadi ada seorang sahabat yang bacaannya terlalu keras sehingga mengganggu bacaan nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. 

و ذلك حين صلى الظهر بأصحابه 

"Itu terjadi ketika shalat Dzuhur (Beliau shalat Dzuhur) dengan para sahabatnya" 

فقال: أيكم قرأ [ سبح اسم ربك الأعلى ] 

"Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan: Siapakah di antara kalian yang membaca [سبح اسم ربك الأعلى] tadi?" 

Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendengar bacaan itu terlalu keras, sehingga mengganggu. 

<< فقال رجل: أنا >> 

Salah seorang sahabat mengatakan: "Saya, wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam"
   << و لم أرد بها إلا الخير >> 

"Tapi aku tidak bermaksud kecuali untuk kebaikan" 

Ini alasan yang disebutkan oleh sahabat tersebut. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan:

<< قد عرفت أن رجلا خالجنيها >> 

"Aku tahu bahwa ada seseorang yang mengganggu bacaanku ketika sedang shalat" 

_____ 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga  menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  



🌏 https://grupislamsunnah.com/


👤  Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى 

📚    *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari takbir sampai salamnya seakan-akan Anda melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.* 

Pembahasan Membaca Al-Fatihah ~ Kewajiban Membaca Al-Fatihah di belakang Imam pada Sholat Sirriyyah Bag 02


══════════════════   

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).


Pada kajian kita kali ini akan membahas masih mengenai bacaan Al-Fatihah bagi seorang makmum. 

Syaikh Al-Albani rahimahullah, beliau mengatakan: 

وُجُوبُ القراءةِ في السِّرِّيَّةِ 

"Wajibnya membaca Al-Fatihah bagi seorang makmum ketika shalatnya adalah shalat sirriyyah" 

Di dalam hadits yang lain redaksinya: 

❲ كانوا يقرأون خلف النبي صلى الله عليه و سلم  [ فيجهرون به ] فقال: خلطتم علي القرآن ❳ 

"Dahulu para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam biasa membaca* di belakang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dan mereka mengeraskan bacaannya (mengeraskan Al-Qur’annya). -فقال - Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan [خلطتم علي القرآن] 
(Kalian telah mengganggu atau mengacaukan bacaan Al-Qur’an saya)" 

*(membaca yang dimaksud adalah Al-Fatihah. Dahulu para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca yang utama adalah Al-Fatihah, bisa surat yang lainnya tapi yang utama adalah Al-Fatihah karena Al-Fatihah adalah rukun shalat) 

و قال:
Dan Rasullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan juga, 

❲ إن المصلي يناجي ربه ❳ 

"Sesungguhnya orang yang shalat itu sedang bermunajat dengan Rabb-nya" 

❲ فلينظر بما يناجيه به ❳ 

"Maka hendaklah dia memperhatikan dengan apa dia bermunajat kepada-Nya" 

❲ ولا يجهر بعضكم على بعض بالقرآن ❳ 

"Dan janganlah sebagian dari kalian membaca Al-Qur’an dengan keras terhadap sebagian yang lain sehingga membuatnya terganggu" 

Kalau ditanya ya, mengganggu dengan Al-Qur’an saja tidak boleh, bagaimana kalau  mengganggunya dengan suara selain Al-Qur’an? Mengganggu orang yang shalat dengan bacaan Al-Qur’an saja diingkari oleh nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, apalagi mengganggunya dengan suara-suara lain, dengan shalawatan, dengan dzikir. Ini jelas tidak diperbolehkan. 

Ini menunjukkan tidak bolehnya kita memanfaatkan waktu antara dua adzan untuk membaca shalawat dengan speaker misalnya, atau membaca dzikir-dzikir dengan speaker tersebut. Memang alasannya baik, untuk memanggil orang-orang yang di sekitar masjid tersebut agar teringat untuk datang ke masjid. Niatnya baik. Tapi niat yang baik ini bertentangan dengan hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena itu mengganggu orang-orang yang shalat qabliyah. Dan memang orang yang sedang shalat ketika ada suara keras, khusyuknya sangat sulit, makanya ini tidak diperbolehkan. 

Mengganggu dengan bacaan Al-Qur’an saja tidak boleh, apalagi dengan yang lain. Dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala saja tidak boleh, bagaimana dengan sabda Nabi, bagaimana dengan selain itu? Apalagi dengan bacaan-bacaan yang di dalamnya ada nilai-nilai yang menyelisihi ajaran Islam. 

Sering kali bacaan-bacaan tersebut di dalamnya mengandung tawassul yang tidak diperbolehkan. Kalau tawassul yang diperbolehkan, maka hukumnya lebih ringan. Ini tawassul dengan tawassul yang tidak diperbolehkan, tidak diajarkan oleh nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak semua tawassul dilarang, tapi yang dibaca antara adzan dan iqamah tersebut kebanyakan adalah tawassul-tawassul yang dilarang. 

Di zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sudah mengingkari hal ini. Tapi yang terjadi di zaman Nabi adalah mengganggu Al-Qur’an dengan bacaan Al-Qur’an, itu pun diingkari. Apalagi yang derajatnya di bawah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Kemudian Syaikh Albani رحمه الله تعالى mengatakan: 

و كان يقول: 
"Dan dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan" 

❲ من قرأ حرفا من كتاب الله فله به حسنة ❳ 

"Barang siapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an yang merupakan kitabullah maka dia akan mendapatkan satu kebaikan" 

❲ والحسنة بعشر أمثالها ❳ 

"Dan satu kebaikan yang dilakukan akan mendatangkan pahala sepuluh kebaikan" 

❲ لا أقول { ألم } حرف ❳ 

"Aku tidak mengatakan bahwa *alif lam mim* itu satu huruf" 

❲ ولكن ( ألف) حرف ❳ 

"Akan tetapi *alif* dianggap satu huruf" 

❲ و ( لام) حرف ❳ 

"Dan *lam* dianggap satu huruf" 

❲ و ( ميم ) حرف ❳ 

"Dan *mim* juga dianggap satu huruf" 

Ketika kita membaca *aalif laam miim* maka kita mendapatkan berapa? 30 kebaikan. 

Inilah bukti Maha Pemurahnya Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada umat ini. Tidak ada yang seperti umat ini. Allah Subhanahu wa Ta'ala berikan rahmat yang sangat besar kepada ummat ini. 

Umat ini adalah umat yang umurnya pendek, lebih pendek daripada umat-umat yang terdahulu. Tapi kesempatan mereka untuk mendapatkan pahala bisa jauh lebih besar dari pada umat-umat di zaman dahulu. 

Banyak yang menunjukkan hal ini. Di antaranya adalah hadits-hadits tentang keutamaan membaca Al-Qur’an.  
Bayangkan, satu huruf mendapatkan sepuluh kebaikan!! Tidak ada di zaman umat terdahulu seperti ini. Tidak ada keterangan yang menjelaskan bahwa ketika membaca kitab Taurat, maka satu hurufnya sepuluh kebaikan. Tidak ada keterangan yang menjelaskan bahwa dengan membaca kitab Injil, maka dengan satu huruf saja mendapatkan sepuluh kebaikan, tidak ada. Tapi dengan membaca satu huruf dari Al-Qur’an, maka kita mendapatkan sepuluh pahala kebaikan. 

Maka jangan sampai kita sia-siakan Al-Qur’an. Kalau ada waktu senggang bacalah Al-Qur’an, apalagi ketika shalat. Ketika shalat bacalah Al-Qur’an. 

Ustadz, tidak hafal. Baca yang dihafalkan. Kalau misalnya ingin membaca yang panjang, tidak mengapa membaca dari mushaf, atau alhamdulillah sekarang ada hp. Di dalam hp ada mushafnya. Ini tidak masalah dan tidak mengurangi kesempurnaan shalat kita. Karena kadang-kadang kita tidak hafal bacaan Al-Qur’an yang panjang padahal kita ingin shalat dengan bacaan yang panjang, maka tidak ada pilihan lain kecuali membaca dari mushaf. Bisa saja  mushafnya ditaruh di samping kita kemudian kita baca, atau di depan kita. Mushaf yang besar ditaruh di depan,  kemudian kita baca dari mushaf tersebut. Atau membaca dari hp, tidak masalah, tidak membatalkan shalat kita. 

______ 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


Postingan populer dari blog ini

Al Fatihah 1

BIMBINGAN SINGKAT AMALAN HAJI

BEKAL ISLAM