KITAB SIFAT SHALAT NABI Redaksi Shalawat dan Waktu Membacanya

🌏 https://grupislamsunnah.com/ 

👤  Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى 

📚  *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka Taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.* 

Pembahasan tentang Redaksi Shalawat dan Waktu Membacanya 


══════════════════ 

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.
الْحَمْدُ لِلهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ. 

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus, kitab yang ditulis oleh Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu Ta'ala. Kitab tersebut adalah kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi ﷺ Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).


Beliau di sini mengatakan, 

[ الصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ وَمَوْضِعُهَا وَصِيَغُهَا ] 

Pembahasan tentang:
"Bershalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ ; di mana tempat membaca shalawat ini (kapan, maksudnya) dan bentuk-bentuk redaksinya dan macam-macam redaksinya”


Dan dikatakan, 

وَكَانَ ﷺ يُصَلِّيَ عَلَى نَفْسِهِ فِي التَّشَهُّدِ الْأَوَّلِ وَغَيْرِهِ. 

“Dahulu Rasulullah ﷺ ketika shalat, Beliau bershalawat untuk dirinya sendiri baik di tasyahud awal ataupun di tasyahud yang lainnya.” 

وَسَنَّ ذَلِكَ لِأُمَّتِهِ، 

“dan Beliau menuntunkan hal tersebut untuk umatnya,” 

حَيْثُ أَمَرَهُمْ بِالصَّلَاةِ عَلَيْهِ بَعْدَ السَّلَامِ عَلَيْهِ، 

“dimana Beliau memerintahkan umatnya untuk bershalawat dan bersalam kepada Beliau di dalam shalat mereka,” 

وَعَلَّمَهُمْ أَنْوَاعًا مِنْ صِيَغِ الصَّلَاةِ عَلَيْهِ ﷺ: 

“dan Rasulullah ﷺ telah mengajarkan kepada umatnya berbagai macam redaksi shalawat untuknya.” 

Kemudian beliau di sini menyebutkan 7 redaksi yang riwayatnya shahih. 

1) Redaksi yang pertama 

[ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ ، وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ ؛ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ بَيْتِهِ ، وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ] 

/Allaahumma sholli 'alaa muhammad, wa 'alaa ahli baitihi, wa 'alaa azwaajihi wa dzurriyyatihi, kamaa shollaita 'alaa aali ibroohiim, innaka hamiidun majiid. Wa baarik 'alaa muhammad, wa 'alaa aali baitihi, wa 'alaa azwaajihi wa dzurriyyatihi, kamaa baarokta 'alaa aali ibroohiim, innaka hamiidun majiid./ 

Yang artinya, “Ya Allah, semoga Engkau bershalawat kepada Muhammad, kepada keluarga Beliau, kepada istri-istri Beliau, kepada keturunan-keturunan Beliau. Sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada keluarganya Ibrahim. Sungguh Engkau adalah Dzat yang Maha Terpuji dan Maha Agung.” 

[ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ]
“dan semoga Engkau berkahi Muhammad” 

[ وَعَلَى آلِ بَيْتِهِ ]
“semoga Engkau berikan keberkahan kepada Muhammad dan kepada seluruh keluarganya” 

[ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ ]
“dan kepada seluruh istri-istri Beliau dan keturunan-keturunan Beliau” 

[ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ]
“Sebagaimana Engkau berikan keberkahan kepada keluarganya Nabi Ibrahim” 

[ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ]
“Sungguh Engkau adalah Dzat yang Maha Terpuji dan Dzat yang Maha Agung.” 

Ini secara garis besar arti dari shalawat Ibrahimiyyah. 

وَهٰذَا كَانَ يَدْعُوْ بِهِ هُوَ نَفْسُهُ ﷺ. 

“Dan ini yang dahulu digunakan oleh Rasulullah ﷺ untuk mendoakan diri Beliau sendiri.” 

Thayyib. Redaksi yang berikutnya. 

2) Redaksi yang kedua 

[ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ؛ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ؛ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ] 

/Allaahumma sholli 'alaa muhammad, wa 'alaa aali muhammad, kamaa shollaita 'alaa ibroohiim, wa 'alaa aali ibroohiim, innaka hamiidun majiid. Allaahumma baarik 'alaa muhammad, wa 'alaa aali muhammad, kamaa baarokta 'alaa ibroohiim, wa 'alaa aali ibroohiim, innaka hamiidun majiid./ 

(artinya: Ya Allah, berikanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia. Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad (termasuk anak dan istri atau umatnya), sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia., -ed) 

Ini redaksi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam Kitab Shahih keduanya. Dan ini yang banyak dibaca oleh orang-orang di zaman ini karena lebih simpel dan lebih lengkap. Kata-katanya lebih seimbang. 

3) Redaksi yang ketiga 

[ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ؛ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَ آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَ آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ] 

/Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa shollaita ‘ala Ibroohim wa aali Ibrohim, innaka hamidun majiid. Allahumma baarik ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa baarokta ‘ala Ibrohim wa aali Ibrohimm innaka hamidun majiid/ 

(artinya: Ya Allah, semoga shalawat tercurah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana tercurah pada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, semoga berkah tercurah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana tercurah pada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia., -ed) 

Hampir sama dengan redaksi yang kedua. 

4) Redaksi yang keempat 

[ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ؛ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ؛ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، فِي الْعَالَمِينَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ] 

/Allaahumma sholli 'alaa muhammad, an-nabiyyil ummiyyi, wa 'alaa aali muhammad, kamaa shollaita 'alaa aali ibroohiim. Wa baarik 'alaa muhammad, an-nabiyyil ummiyyi, wa 'alaa aali muhammad, kamaa baarokta 'alaa aali ibroohiim. Fil 'aalamiina innaka hamiidun majiid./ 

(artinya: Ya Allah, berikanlah shalawat kepada Muhammad Nabi yang ummi, dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada keluarga Ibrahim. Dan berkahilah Muhammad Nabi yang ummi, dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim. Atas sekalian alam, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia., -ed) 

Ada tambahan [ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ ] 'An-nabiyyil ummiy', ada tambahan [ فِي الْعَالَمِينَ ] 'Fil ‘aalamiina'. 

5) Redaksi yang kelima 

[ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ ؛ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ] 

/Allaahumma sholli ‘alaa Muhammadin ‘abdika wa rosuulika, kamaa shollaita ‘alaa aali ibroohiim, wa baarik ‘alaa Muhammad ‘abdika wa rosuulika wa ‘alaa aali Muhammad, kamaa baarokta ‘alaa ibroohiim wa ‘alaa aali ibroohiim./ 

(artinya: Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad hambaMu dan RasulMu, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada keluarga Ibrahim. Dan berkahilah Muhammad hambaMu dan RasulMu dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim., -ed) 

Di sini ada tambahan [ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ ] 'abdika wa rosuulika'. 

6) Redaksi yang keenam 

Yang disebutkan oleh Syaikh Albani rahimahullahu Ta’ala dalam kitab Sifat Shalat Nabi ini, 

[ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ ؛ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ ؛ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ] 

/Allaahumma sholli ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa azwaajihi wa dzurriyyatihi, kamaa shol laita ‘alaa aali ibroohiim, wa baarik ‘alaa Muhammadin wa ‘alaa azwaajihi wa dzurriyyatihi, kamaa baarokta ‘ala aali ibroohiim innaka hamiidum majiid./ 

(artinya: Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada isteri-isteri beliau dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada keluarga Ibrahim. Dan berkahilah Muhammad dan isteri-isteri dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia., -ed) 

7) Redaksi yang terakhir 

[ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ وَ بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ  وَ آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ] 

/Allaahumma sholli 'alaa muhammad, wa 'alaa aali muhammad, wa baarik 'alaa muhammad, wa 'alaa aali muhammad, kamaa shollaita wa baarokta alaa ibroohiim, wa aali ibroohiim, innaka hamiidun majiid./ 

(artinya: Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya, dan berkahilah Muhammad dan keluarganya, sebagaimana engkau memberikan shalawat dan keberkahan kepada Ibrahim dan keluarganya, Sungguh Engkau adalah Dzat yang Maha Terpuji dan Dzat yang Maha Agung., -ed) 

Coba kalau kita lihat redaksi-redaksi ini, hampir-hampir sama dan isi kandungannya juga hampir-hampir sama. Bacaan-bacaan yang seperti ini tidak boleh kita gabungkan karena saling mewakili. Dan tujuan para sahabat ketika meriwayatkan ini, sama. Mereka ingin meriwayatkan shalawat Ibrahimiyyah. Hanya saja redaksinya berbeda-beda, saling mewakili. 

Maka dalam satu tasyahud, ketika kita selesai membaca tasyahud kemudian kita ingin membaca shalawat Ibrahimiyyah seperti ini, maka cukupkan dengan satu redaksi dan dibaca sekali, karena memang seperti itulah yang dituntunkan oleh Nabi kita Muhammad ﷺ. 

____ 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Ala. 

Dan InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ. 


══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  1

🌏 https://grupislamsunnah.com/ 

👤  Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى 

📚  *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka Taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.* 

Pembahasan tentang Redaksi Shalawat dan Waktu Membacanya Bag 02 


══════════════════ 

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ.
الْحَمْدُ لِلهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ. 

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus, kitab yang ditulis oleh Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu Ta'ala. Kitab tersebut adalah kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi ﷺ Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).


Pembahasan tentang:
"Bershalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ ; di mana tempat membaca shalawat ini (kapan, maksudnya) dan macam-macam redaksinya”


Semua redaksi, tujuh redaksi yang riwayatnya shahih yang kita baca ini, tidak ada satupun yang ada tambahannya  [ سَيِّدِنَا ] 'sayyidinaa'. Semuanya langsung dengan menyebutkan nama. Maka, inilah yang harusnya kita baca, kita terapkan dalam shalat kita. Tidak usah kita berimprovisasi di sini atau kita hiasi dengan logika kita. 

Misalnya ya, dengan mengatakan, harusnya kita ketika menyebut nama Nabi Muhammad, harusnya ada tambahan “sayyidinaa”-nya karena dengan begitulah kita lebih menghormati Beliau. Kemudian akhirnya kita tambah. Kemudian ketika kita lihat, ohh..ternyata yang disebut bukan nama Nabi Muhammad saja, ada nama Nabi Ibrahim. Akhirnya penyebutan nama Nabi Ibrahim juga ditambahi “sayyidinaa”. Akhirnya banyak tambahan-tambahan yang datangnya bukan dari Nabi kita Muhammad ﷺ . 

Maka alangkah baiknya kita tetap menjaga apa yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ  kepada para sahabatnya. Dan bukan berarti kita tidak sopan kepada Rasulullah ﷺ ketika membaca shalawat ini dengan redaksi yang demikian. Kenapa? Kalau itu tindakan yang tidak sopan, harusnya Rasulullah ﷺ mengajarkannya tidak demikian. 

Kalau kita katakan, “wiih, ini kok tidak ada ‘sayyidinaa’-nya, ini kurang beradab”, maka secara tidak langsung, orang yang mengatakan demikian, dia mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ  mengajarkan sesuatu yang tidak baik, sesuatu yang tidak beradab. Karena memang kenyataannya, seperti inilah yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ . 

[ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ]
/Allaahumma sholli 'alaa Muhammad/ 

tidak 
[ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ]
/Allaahumma sholli 'alaa sayyidinaa Muhammad/ 

Coba kita lihat semua riwayat tentang shalawat Ibrahimiyyah, kita tidak akan mendapatkan satupun riwayat yang memberikan tambahan “sayyidinaa”. Itu bukti yang sangat kuat bahwa memang tambahan “sayyidinaa” itu bukan dari Rasulullah ﷺ  tapi dari orang-orang yang mutaakhiriin, datangnya belakangan. 

Bahkan silahkan dilihat, misalnya kitab-kitab fiqih yang di zaman para Imam, seperti misalnya Imam Syafi’i. Silahkan lihat tasyahud yang diajarkan oleh Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm. Tidak akan kita dapati ada penyebutan “sayyidinaa”. Itu kitab fiqih, yang beliau sampaikan (adalah, -ed) yang sesuai dengan riwayat. 

Coba kita buka kitab Al-Mukhtashar, Kitab Mukhtashar-nya Imam Al-Muzani. Tidak ada penyebutan “sayyidinaa”. Kitab-kitab yang mutaqaddimin seperti ini, tidak akan kita dapatkan ada tambahan “sayyidinaa”. Karena memang semua riwayat tidak ada yang mengatakan “sayyidinaa”. 

Maka harusnya kita membawa sunah ini dan kita terapkan dalam kehidupan kita. Dan kita bisa bawa perkataan yang demikian, atau redaksi yang demikian, kepada nilai yang baik. Seperti misalnya, “Oohh, ini menunjukkan ketawadhu’an Rasulullah ﷺ  sehingga tidak mau disebut dengan ‘sayyidinaa’.” Walaupun sebenarnya Beliau memang ‘sayyid’. 
Beliau katakan, 

❲ أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ وَلَا فَخْرِ ❳ 

“Aku adalah pimpinannya anak Adam dan aku tidak sombong ketika mengabarkan ini." 

"Aku tidak sombong ketika mengabarkan ini." Tapi ketika mengajarkan tentang shalawat Ibrahimiyyah, Beliau tidak menyebut “sayyidinaa” sama sekali. Maka dalam shalat kita, yang masih membaca “sayyidinaa”, maka harusnya dihilangkan. Silakan dihilangkan, silakan diubah. Kita sesuaikan dengan riwayat yang benar-benar datang dari Nabi kita Muhammad ﷺ . 

[ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ ﷺ  ] 

"Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Nabi kita Muhammad ﷺ ." 

Kalau ada yang bertanya, “Ustadz, apakah tambahan “sayyidinaa” juga tidak boleh di luar shalat?” 
Maka jawabannya, patokannya bukan di luar shalat atau di dalam shalat. Standarnya yang lebih pas adalah: bacaan tersebut merupakan bacaan yang sudah ditentukan oleh syariat; ataukah bacaan yang belum ditentukan oleh syariat. 
Kalau itu bacaan yang sudah ditentukan oleh syariat, maka bacalah sesuai dengan ketentuan syariat. Walaupun di luar shalat. 

Contohnya seperti azan. Azan itu bacaan di luar shalat. Tapi apakah ada orang yang azan, kemudian ketika mengatakan, 

[ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللّٰه ]
/asyhadu anna muhammadar-rosuulullaah/ 

dia menggantinya dengan, 

[ أَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللّٰه ]
/asyhadu anna sayyidanaa muhammadar-rosuulullaah/ 

Tidak. Karena bacaan itu sudah ada ketentuannya. 
• Yang sudah ada ketentuannya dari syariat seperti ini, jagalah sebagaimana ditentukan oleh syariat. 
• Yang tidak ada ketentuannya dalam syariat, kita boleh menambahinya. Bahkan, ketika dalam shalat pun, kita boleh menambahinya. 

“Ustadz, bagaimana dalam shalat kita bisa membaca ‘sayyidinaa’?” 
Iya, bisa. Seperti misalnya ketika kita berdoa. Ketika kita doa di dalam sujud, kemudian kita ingin membaca shalawat untuk mengawali doa kita, tidak ada masalah di situ. Dan ketika membaca shalawat, kita tambahi dengan “sayyidinaa”, tidak ada masalah. Karena memang tidak ditentukan di situ redaksinya oleh syariat. 

Syariat membebaskan redaksi untuk bershalawat dengan tujuan untuk membuka doa kita. Tidak ada redaksi tertentu di situ. Maka silahkan membaca “sayyidinaa” untuk mengagungkan Rasulullah ﷺ  ketika itu. Mudah-mudahan bisa dipahami dengan baik ya. 

Jadi standarnya, bacaan tersebut sudah ditentukan oleh syariat ataukah belum? 
• Kalau sudah ditentukan oleh syariat, bacalah sesuai dengan tuntunan syariat. 
• Kalau kita diberikan kebebasan karena tidak ada ketentuan dalam syariat dalam masalah bacaan itu, maka kita menambahi “sayyidinaa” tidak ada masalah. 
Wallahu Ta’ala A’lam. 

____ 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Ala. 

Dan InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ. 


══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  2


Postingan populer dari blog ini

Al Fatihah 1

BIMBINGAN SINGKAT AMALAN HAJI

BEKAL ISLAM