Yang Bisa Merusak Sholat




🌏 https://grupislamsunnah.com/

👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚 *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka Taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.*

Pembahasan Apa-Apa yang Bisa Merusak Sholat Seseorang Jika Tidak Ada Sutroh Di Depannya




══════════════════    

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

Ikhwaatii fillaahi ‘azaniyallahu wa iyyaakum. 
Kita sampai pada pembahasan tentang sesuatu yang bisa membatalkan sholat karena berjalan di depan orang yang sholat dan berjalan di tengah-tengah antara dia dengan sutrohnya. Karena ini berhubungan dengan sutroh, sehingga pas untuk dibahas setelah membahas masalah sutroh. 

Sesuatu atau apa-apa yang dapat memutuskan atau merusak sholat 

Rasulullah صلّى الله عليه و سلّم dahulu telah bersabda: 

(( يَقْطَعُ صَلَاةَ الرَّجُلِ إِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ كَآخِرَةِ الرَّحْلِ: الْمَرْأَةُ (الْحَائِضُ) وَالْحِمَارُ وَالْكَلْبُ الْأَسْوَدُ )) 

“Bisa memutuskan atau merusak sholat seorang laki-laki jika dihadapannya tidak ada sutroh yang seperti kayu pada ujung pelana; lewatnya wanita yang telah haidh (maksudnya telah baligh); keledai; dan anjing hitam”.
(Hadist ini adalah hadist yang shohih diriwayatkan oleh Imam Muslim) 

Lewatnya wanita yang telah baligh, begitu pula lewatnya keledai dan lewatnya anjing yang berwarna hitam, ini bisa membatalkan atau memotong sholat seseorang. 

Sahabat Abu Dzar yang menjadi perawi hadist ini mengatakan: 

قُلْتُ: يَا رَسُولَ الله، مَا بَالُ الْأَسْوَدِ مِنَ الْأَحْمَرِ. 

“Wahai Rasulullah, apa bedanya anjing hitam dan anjing merah?” 

Maka Rasulullah صلّى الله عليه وسلّم menjawab: 

(( الْكَلْبُ الْأَسْوَدُ شَيْطَانٌ )) 

“Anjing hitam, itu adalah syaitan” 

Makanya dibedakan antara anjing hitam dengan anjing yang warnanya lain. Yang dimaksud dengan hitam ini hitam semuanya, dari awal sampai tidak ada campuran warna lain di dalam tubuhnya. Kalau ada campuran, tidak masuk dalam hadist ini. Kadang ada anjing yang ada warna hitamnya ada warna putihnya, jadi tidak sempurna hitamnya. Yang demikian tidak masuk dalam hadist ini. 

Hadist ini menunjukkan bahwa sholat seseorang bisa terganggu dengan berjalannya 3 hal ini. Dan para ulama, mereka berbeda pendapat dalam masalah apa yang dimaksud dengan "memotong sholat" di dalam hadist ini (dapat memutuskan atau memotong sholat seorang laki-laki). 

Apa yang dimaksud dengan memutuskan atau memotong sholat ini?
Apakah membatalkan sholatnya?
Ataukah membatalkan pahalanya?
Ataukah mengurangi kesempurnaannya? 

Ini khilaf. Dari zaman dahulu ada perbedaan masalah maksud dari kata-kata Rasulullah صلّى الله عليه وسلّم 
[ يَقْطَعُ ]
karena Rasulullah صلّى الله عليه وسلّم di sini tidak mengatakan [ يَبْطُلُ ] atau [ يَنْقُضُ ] yang berarti membatalkan, tapi kata-katanya "memutuskan atau memotong sholat salah seorang dari kalian". 

Jumhur ulama (mayoritas ulama) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan memutus atau memotong di sini adalah memotong kesempurnaannya, memotong pahalanya; jadi mengurangi kesempurnaan sholat seseorang. 

Sebagian ulama dari zaman dulu, di antaranya Imam Ibnu Khuzaimah, beliau memilih pendapat bahwa yang dimaksud dengan memotong di sini benar-benar membatalkan sholat. Apabila kita sholat, di depan kita tidak ada sutrohnya, kemudian ada perempuan berjalan di depan kita, maka sholat kita batal. Sholat kita harus kita akhiri dan kita mulai sholat lagi, karena lewatnya perempuan di depan kita membatalkan sholat kita. 

Ustadz, bagaimana kalau perempuan lewat di depan perempuan ketika sholat? 

Kalau laki-laki dilewati oleh perempuan di depannya ketika dia sholat, ini lebih jelas hukumnya karena akan mengganggu konsentrasi dia. Apalagi kalau yang lewat wanitanya sangat cantik, konsentrasi sholatnya terganggu. 

Tapi bagaimana ketika wanita sedang sholat kemudian berjalan di depannya atau dilewati oleh wanita yang lainnya? 

Apakah mereka yang berpendapat bahwa "lewatnya wanita membatalkan sholat" itu juga mengatakan di sini "membatalkan"?
Ada khilaf di antara mereka. Ada yang mengatakan tidak. Karena apa? Karena tidak mengganggu dia, tidak mengganggu konsentrasi dia. Sama saja, tidak ada syahwat. 

Ada yang mengatakan tetap membatalkan. Dan ini yang dipilih oleh banyak ulama di zaman ini, yang memilih pendapat bahwa "lewatnya wanita, itu bisa membatalkan sholat" walaupun lewatnya di depan wanita yang sholat (wanita melewati wanita). Ini tetap membatalkan sholat. Ini pendapatnya Syaikh Ibn Baz, beliau berpendapat seperti ini. Begitu pula Syaikh Shalih Fauzan berpendapat dengan pendapat ini. 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


🌏 https://grupislamsunnah.com/

👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚 *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka Taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.*

Pembahasan Apa-Apa yang Bisa Merusak Sholat Seseorang Jika Tidak Ada Sutroh Di Depannya Bag 02


══════════════════    

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

Ikhwaatii fillaahi ‘azaniyallahu wa iyyaakum. 

Kita sampai pada pembahasan tentang lewatnya wanita itu bisa membatalkan sholat walaupun lewatnya di depan wanita yang sholat (wanita melewati wanita). 

Ustadz, bagaimana dengan tempat yang sangat ramai? Seperti misalnya di Masjidil Haram, atau di masjid yang lainnya, mungkin di masjid Namirah, ketika orang-orang wukuf di ‘Arafah, sangat banyak sekali yang sholat di sana, intinya di tempat-tempat yang ramai. 

Para ulama dahulu membahas tentang Masjidil Haram karena Masjidil Haram itu adalah masjid yang paling ramai dan sulit untuk menghindari berjalannya perempuan di depan orang yang sholat. 

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Ini juga perbedaan pendapat. Syaikh Al-Albani mengatakan “tidak ada bedanya”. Beliau sebutkan di dalam catatan kaki: “Tidak ada bedanya antara masjid yang ramai dengan masjid yang tidak ramai. Tidak ada perbedaan antara masjid yang besar dengan masjid yang kecil. Sama saja hukumnya”. 

Banyak ulama-ulama lain mengecualikan; mengecualikan masjid-masjid yang ramai sekali, seperti Masjidil Haram, karena menjadi sangat memberatkan bagi orang yang tetap berpegang teguh pada pendapat yang membatalkan sholatnya apabila ada perempuan yang berjalan di depannya. Mereka mengecualikan Masjidil Haram, mungkin sekarang juga dikecualikan Masjid Nabawi. 

Ustadz, di Masjid Nabawi tidak bercampur antara laki-laki dan perempuan. 

Kita katakan, yang berpendapat demikian mereka juga ada yang berpendapat bahwa apabila perempuan berjalan di depan perempuan yang sholat juga akan membatalkan sholatnya. Sehingga di masjid-masjid yang besar, seperti Masjid Nabawi juga akan berlaku hukum tersebut atau pengecualian tersebut. 

Namun ada pendapat yang lebih longgar dalam masalah ini dan ini juga pendapatnya para ulama Syafi’iyyah. Mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan memotong sholat di sini adalah memotong kesempurnaannya. Tidak memotong sahnya sholat tersebut, tapi memotong kesempurnaannya. 

Ini lebih mudah dan lebih sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Sahabat ‘Aisyah رضي الله عنها (istri Nabi Muhammad صلّى الله عليه وسلّم ). Beliau tidak menganggap lewatnya perempuan bisa membatalkan sholatnya seseorang. Dan beliau, banyak perkataan beliau yang menjelaskan hal ini sampai-sampai beliau mengatakan: “Dahulu Rasulullah صلّى الله عليه وسلّم sholat, di depan Rasulullah ada saya”. Beliau tidak ingin lewatnya perempuan dijadikan sebagai pembatal sholat. 

Sehingga para ulama ada yang memilih pendapat ini dan ini juga pendapat yang kuat. Termasuk di antara yang menunjukkan bahwa "pendapat yang mengatakan bahwa yang kuat di sini adalah memotong kesempurnaannya", adalah "beratnya hal ini untuk dilakukan terutama di masjid-masjid yang besar, masjid-masjid yang ramai". Ini sangat berat, sangat berat untuk dilakukan. 

Apalagi kalau antum pernah mengalami sholat di masjid Masjidil Haram di Mekkah. Sangat ramai sekali dan sangat sulit untuk menghindari lewatnya perempuan di depan kita. Antum sudah berusaha seperti ini, berusaha untuk menghalangi lewatnya perempuan, antum tidak akan mampu kadang. Sudah antum ginikan, banyak orang tidak tahu, dari negara-negara lain nerobos saja. Kalau yang nerobos satu orang mungkin masih sederhana, masih mudah, tapi yang nerobos itu rombongan dan ini banyak, karena mereka itu takut kalau berpisah dengan rombongannya, bisa hilang. Satu perempuan, dua perempuan, bisa sampai lima perempuan lewat di depan antum dan tidak bisa antum halangi. Dan ini banyak terjadi di Masjidil Haram. 

Begitu pula saya yakin di Masjid Nabawi di bagian perempuannya juga akan banyak terjadi. Perempuan lewat di depan perempuan. 

Kalau kita katakan ulama-ulama tersebut mengecualikan, ini menunjukkan bahwa di sana ada celah untuk mengatakan bahwa yang dimaksud dengan memotong di sini adalah memotong kesempurnaannya. Nyatanya mereka menilai bahwa sholat-sholat tersebut ketika keadaannya demikian, tetap sah. Ini menunjukkan ada celah untuk mengatakan bahwa yang dimaksud dengan memotong di sini adalah memotong sempurnanya sholat seseorang. 

Saya lebih condong kepada pendapat yang ini: maksudnya bukan memotong sahnya sholat tersebut, bukan membatalkan; tapi yang dimaksud dengan memotong di sini adalah memotong kesempurnaan sholatnya. Karena ini adalah hal-hal yang aneh; ada keledai lewat di depan kita, sesuatu yang aneh, apalagi kalau ada anjing hitam, ini sesuatu yang aneh. Begitu pula seorang perempuan, apalagi kalau yang sholat adalah seorang laki-laki, ini sangat menggangggu konsentrasi dan juga membuyarkan fokus seseorang ketika sedang sholat. 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


🌏 https://grupislamsunnah.com/


👤 Oleh: Ustadz Dr. Musyaffa Ad Dariny M.A. حفظه الله تعالى

📚 *Kitab Shifatu Sholatin Nabiyyi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Minattakbiri ilattaslim ka-annaka Taroha (Sifat Shalat Nabi mulai dari Takbir sampai Salamnya seakan-akan Anda Melihatnya) karya Asy Syekh Al-Albani -Rahimahullah.*

Pembahasan Sholat Menghadap ke Kuburan


══════════════════    

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه 

Kaum muslimin dan kaum muslimat yang saya cintai karena Allah, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. 

Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan bersama-sama mengkaji sebuah kitab yang sangat bagus yang ditulis oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, yakni kitab Sifat Shalat Nabi atau sebagaimana judul aslinya Shifatu Shalatin Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Minattakbiri ilattaslim Ka-annaka Taraha (Sifat Shalat Nabi Mulai dari Takbir sampai Salamnya Seakan-akan Anda Melihatnya).

Ikhwaatii fillaahi ‘azaniyallahu wa iyyaakum. 

Syaikh Al-Albani رحمه اللّه menjelaskan tentang sholat menghadap kuburan. 

Bolehkah sholat menghadap kuburan?
Jawabannya: ada larangan untuk menghadap sholat ke kuburan. 

Rasulullah صلّى الله عليه وسلّم dahulu melarang sholat apabila menghadap ke kuburan. 
Beliau bersabda: 

(( لَا تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ وَلَا تَجْلِسُوا عَلَيْهَا )) 

“Janganlah kalian sholat menghadap ke kuburan dan janganlah duduk di atasnya”. 

Ini larangan. 
Kaidah ushulnya mengatakan:

[ النَّهْيُ يَدُلُّ عَلَى الْفَسَادِ ]

(larangan itu menunjukkan rusaknya yang dilarang). 

Ketika Rasulullah صلّى الله عليه وسلّم melarang kita sholat menghadap ke kuburan, itu menunjukkan bahwa sholat menghadap ke kuburan itu rusak, berarti tidak sah sholatnya. Sehingga kalau ada orang yang sholat menghadap ke kuburan maka kita katakan sholatnya tidak sah, sholatnya rusak karena Rasulullah صلّى الله عليه وسلّم melarang hal tersebut.
Dan larangan Nabi Muhammad صلّى الله عليه وسلّم pada asalnya menunjukkan rusaknya yang dilarang. 

(( وَلَا تَجْلِسُوا عَلَيْهَا )) 

“Dan janganlah kalian duduk di atas kuburan” 

Ini larangan untuk duduk di atas kuburan. Kaidahnya: [ النَّهْيُ يَدُلُّ عَلَى التَّحْرِيمِ ]
(larangan pada asalnya menunjukkan keharaman) 

Ketika Rasulullah صلّى الله عليه وسلّم melarang kita untuk duduk di atas kuburan, itu menunjukkan bahwa duduk di atas kuburan hukumnya haram. 
Karena kaidahnya mengatakan demikian:

[ الْأَصْلُ فِي النَّهْيِ يَدُلُّ عَلَى التَّحْرِيمِ ]

(pada asalnya larangan itu menunjukkan keharaman). 

Dan tidak ada dalil yang menghilangkan hukum haram ini sehingga kita berpegang teguh pada haramnya hal ini. 
“Jangan kalian duduk di atas kuburan.”
Itu menunjukkan bahwa Rasulullah صلّى الله عليه وسلّم mengharamkan kepada umatnya untuk duduk di atas kuburan. 

Inilah mulianya Islam. Orang yang mati pun mendapatkan kebaikan Islam. 

Apa tujuan larangan ini?
Tidak lain untuk menghormati orang yang sudah meninggal. Orang yang sudah meninggal saja dihormati oleh Islam apalagi orang yang masih hidup. Apalagi orang yang hidupnya penuh dengan ketaatan, sangat dihormati oleh Islam. 

Makanya tidak benar tuduhan-tuduhan sebagian orang yang mengatakan: “Jangan sampai mengikuti orang-orang (yang mereka tuduh sebagai wahabi), karena nanti kalo mati kamu akan diperlakukan seperti hewan: dikuburkan, setelah itu tidak dihormati, tidak dibacakan Al-Quran. Tidak dibacakan Al-Qur'an kemudian dihadiahkan kepada kamu”. 
Ini tuduhan yang sangat sangat dzolim. 

Seorang yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad صلّى الله عليه وسلّم adalah orang yang sangat menghormati mayyit. Mereka menerapkan sunnah-sunnah Nabi Muhammad صلّى الله عليه وسلّم ketika memandikan, ketika menyolati mayyit, ketika menguburkan mayyit di dalam kuburnya. Setelah itu mereka doakan. Di waktu yang mayyit sangat membutuhkan doa, mereka mendoakannya. Karena Rasulullah صلّى الله عليه وسلّم memerintahkan orang-orang yang menguburkan untuk mendoakan mayyit agar diteguhkan saat ditanya oleh malaikat. 

(( وَاسْأَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ )) 

Rasulullah mengatakan "memerintahkan", “Mintalah untuk mayyit agar diteguhkan hatinya ketika ditanya”. Ini orang yang semangat melakukan sunnah Nabi Muhammad صلّى الله عليه وسلّم. 

Kemudian setelah itu diziarahi. 
Kemudian mereka akan menjaga kuburannya sebaik mungkin. 
Mereka tidak akan duduk di atas kuburan. 

Ini orang yang semangat dalam menerapkan sunnah Nabi Muhammad صلّى الله عليه وسلّم di dalam kehidupannya. Dan mereka akan selalu mendoakan orang yang meninggal; orang yang sudah selesai kesempatannya/sudah berakhir kesempatannya untuk beramal. Mereka selalu mendoakan. 

Adapun mereka tidak membaca Al-Quran untuk mayyit maka itu karena tidak ada tuntunannya; karena bacaan-bacaan tersebut tidak akan sampai kepada mayyit; karena Rasulullah tidak pernah sekali pun mencontohkan hal ini. Tidak pernah sekali pun di masa hidupnya Rasulullah صلّى الله عليه وسلّم membaca al-Quran kemudian menghadiahkan pahalanya kepada mayyit. 

Makanya mereka tidak akan mendapatkan dalil. Makanya marah kalau ditanya mana dalilnya, karena memang tidak ada. 
Kalau ditanya: “Dalilnya mana?” 
“Kamu itu loh ga sopan, bertanya tentang dalil, memangnya saya berpendapat tanpa dalil”. 
Tapi tidak disebutkan dalilnya. Mereka berdalil dengan hadist yang lemah yang mengatakan: 

اقْرَؤُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ یسۤ 

“Bacalah yaasin kepada mayyit-mayyit kalian”. 

Hadist ini dinyatakan lemah bahkan oleh Imam Nawawi رحمه اللّه. 
Kata Imam Nawawi رحمه الله dalam kitab Al Majmu' [ الْمَجْمُوعُ ], ada 2 perawi yang tidak dikenal dalam riwayat hadist ini. Ada 2 perawi yang majhul. Imam Nawawi mengatakan demikian. 

Kemudian yang kedua, kata-kata [ مَوْتَاكُمْ ] di situ bisa berarti orang yang dekat dengan kematian.

[ اقْرَؤُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس ]

maksudnya adalah bacakan yaasin kepada orang yang sudah dekat dengan ajalnya. 

Dan sebagian salaf mengamalkan hal ini.
Kalau orang sedang sekarat, sedang di akhir-akhir kehidupannya, dibacakan yaasin agar ruhnya keluar dengan lebih mudah. Sebagian ulama salaf melakukan hal ini. Mereka memaknai [ مَوْتَاكُمْ ] di sini adalah orang yang dekat dengan kematian. 

Sebagaimana hadist lain: 

(( لَقِّنُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا الله )) 

“Talqinlah mayyit kalian dengan kata-kata laa ilaaha illaallah”. 

Suruh menuntun. Orang yang di akhir hidupnya kita katakan:
 
[ لَا إِلَهَ إِلَّا الله، لَا إِلَهَ إلَّا الله ]

Ucapkan [ لَا إِلَهَ إلَّا الله ] agar dia bisa mengakhiri hidupnya dengan kalimat yang mulia tersebut, yaitu kalimat tahlil.
Makanya [ مَوْتَاكُمْ ] bisa berarti orang yang dekat dengan ajalnya. 

Kalau kita katakan yang dimaksud dengan [ مَوْتَاكُمْ ] di situ adalah mayyit dan kita katakan bahwa Rasulullah صلّى الله عليه وسلّم dahulu pernah melakukannya, maka kita bisa mengatakan lagi: Rasulullah melakukan hal tersebut bukan untuk menghadiahkan pahalanya kepada mayyit. 

Di mana ada kata-kata menghadiahkan pahala? 

Padahal kata-katanya: “Bacakanlah yaasin kepada orang-orang yang mati di antara kalian”. Tidak ada kata-kata menghadiahkan. 

Kalau kita misalnya, membacakan misalnya Al-Ikhlaash, kepada orang yang sedang sakit di depan kita; mungkin dia kena sihir atau kena ‘ain, ketika kita disuruh untuk membacakan Al-Ikhlaash di depan dia, kita baca Al-Ikhlaash. Apakah itu berarti kita menghadiahkan bacaan Al-Ikhlaash kita kepada orang itu? Tidak. Makanya tidak ada kata-kata "menghadiahkan". 

اقْرَؤُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس 

(bacakan yaasin kepada mayyit kalian). 

Ini tidak ada kata-kata menghadiahkan. "Membacakan" itu bukan "menghadiahkan". Ketika kita meruqyah seseorang, kita membacakan banyak sekali ayat al-Quran, tapi tidak menghadiahkan bacaan tersebut. Sangat berbeda antara membacakan dengan menghadiahkan. 

Makanya tidak ada dalil sama sekali bagi mereka yang menghadiahkan bacaan-bacaan kepada mayyit. Satu pun tidak ada dalil, tidak ada bukti bahwa Rasulullah صلّى الله عليه وسلّم pernah melakukannya. Begitu pula para sahabat Nabi Muhammad صلّى الله عليه وسلّم, tidak ada satu pun dari mereka yang melakukan hal tersebut di masa hidupnya. Dan menjadi sangat aneh kalau sekarang menjadi pemandangan umum, tapi di zaman dulu tidak pernah sama sekali. 

Inilah yang bisa ana sampaikan. 
Yang jelas, [اقْرَؤُوا عَلَى مَوْتَاكُمْ يس ] itu hadistnya lemah, tidak bisa dipakai sama sekali dan bisa kita ganti. 

Islam adalah agama yang rahmat bagi semesta alam, bagi orang yang hidup ataupun orang yang meninggal, bisa kita ganti. Kita gantinya dengan memperbanyak mendoakan mayyit. Siapapun bisa mendoakan mayyit yang dia inginkan. Kita bisa banyak berziarah kepada mayyit-mayyit tersebut dengan mengucapkan salam kepada mereka, mendoakan kebaikan-kebaikan untuk mereka. 

Bisa kita ganti dengan bersedekah untuk mereka, berwakaf untuk mereka, mengumrohkan mereka, menghajikan mereka. Ini masih bisa kita lakukan, dan itu sangat sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad صلّى الله عليه وسلّم. 

Demikianlah yang bisa kita kaji pada kesempatan kali ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan diberkahi oleh Allah Jalla wa 'Alaa. 

InsyaaAllah kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. 

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته 

══════ ∴ |GiS| ∴ ══════  


Postingan populer dari blog ini

Al Fatihah 1

BIMBINGAN SINGKAT AMALAN HAJI

BEKAL ISLAM